Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Helmiati selama 4 tahun penjara karena dinilai terbukti menerima suap berupa "uang ketok" dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Helmiati selama 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, kata JPU KPK Trimulyono Hendradi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kedua pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Helmiati dinilai terbukti menerima uang suap dari Gubernur Sumuatera Utara 2011-2015 Gatot Pujo Nugroho sejumlah Rp495 juta, dari jumlah tersebut, Helmiati sudah mengembalikan uang Rp474,5 juta.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa membayar uang pengganti sebesar Rp20,5 juta selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan dalam hal terdakwa tidak mempunya harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun," tambah jaksa Trimulyono.

JPU KPK pun meminta pencabutan hak politik ketujuh terdakwa.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik kepada para terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," ungkap jaksa Trimulyono.

Uang suap itu digunakan untuk pertama, pengesahan terhadap LPJB Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi Sumut tahun anggaran (TA) 2012. Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014 Kamaluddin Harahap meminta kompensasi yang disebut "uang ketok" kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Nurdin Lubis sebesar Rp1,55 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut.

Kedua, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut TA 2013. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap kembali meminta "uang ketok" sebesar Rp2,55 miliar.

Ketiga, pengesahan APBD Sumut TA 2014. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun tapi Gatot menolaknya sehingga disepakati penggantiannya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp50 miliar kepada seluruh anggota DPRD Sumut.

Keempat, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut TA 2015. Untuk pengesahan kedua hal tersebut, anggota DPRD meminta Rp200 juta per anggota. Permintaan itu disanggupi dan akan diberikan setelah rancangan perda tentang APBD Sumut TA 2015 disetujui DPRD Sumut.

Kelima, pengesahan terhadap LPJP APBD TA 2014. Gatot bersedia untuk memberikan "uang ketok" sejumlah Rp300 juta dengan rincian anggota DPRD mendapat Rp2,5 juta, ketua fraksi Rp5 juta, pimpinan DPRD Rp7,5 juta sehingga terdakwa IV Rinawati Sianturi mendapatkan Rp2,5 juta dan Tiasah Ritonga mendapatkan Rp2,5 juta untuk pengesahan LPJP APBD Sumut 2014.

Keenam, untuk menarik usulan hak interpelasi tahun 2015. Pada Maret 2015, sebanyak 57 orang anggota DPRD Sumut mengajukan hak inteperalsi dengan alasan adanya dugaan pelanggaran terhadap Evaluasi Ranperda Sumut tentang APBD TA 2014dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran RABPD tahun 2014.

Atas tuntutan itu, Helmiati yang duduk di kursi roda karena menderita sakit itu akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pekan depan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019