Jakarta (ANTARA) - Menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM), Ombudsman menemukan enam potensi maladministrasi.

“Jadi seiring terbitnya perpres nomor 21 kami merespons dengan cara-cara khas Ombudsman. Setelah kami lohat RAN-PPM tersebut ternyata ada beberapa yang berpotensi jadi sumber maladministrasi,” kata anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis.

Merkuri (Hydrargyrum/Hg) alias air raksa, merupakan logam berat satu-satunya yang berbentuk cair pada temperatur kamar. Dengan nomor atom 80 dan ada dalam daftar logam berat pada Sistem Berkala, Hg merupakan salah satu dari jenis logam berat dengan efek toksik paling berbahaya bersama dengan timbal (Pb) dan kadmium (Cd).

Titik utama dari Ombudsman, kata Meliala, bukan pidana namun berfokus pada tata kelola administrasi yang buruk dan tidak pada porsinya.

Enam hal itu, pertama, mengenai penghapusan alat kesehatan dan penyimpanan sementara, penyimpanan akhir, transportasi, penarikan dan pemusnahan sitaan terpapar merkuri.

“Itu semua disimpan dimana? Butuh tempat penyimpanan khusus yang mahal dan banyak dan bagaimana pengawasannya jangan sampai barang itu disimpan padahal udaranya pun bahaya, kami pantau tuh,” ujar dia.

Juga baca: FK Unram temukan bayi tanpa anus dampak merkuri dari peti di Sumbawa

Juga baca: Pengelolaan tambang emas non-merkuri harus tahu hal ini

Juga baca: Indonesia tegaskan komitmen pengurangan merkuri di COP 2

Kedua, potensi maladministrasi mengenai perbedaan pencatatan data yang tidak konsisten dari Kementerian Kesehatan, KLHK, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian terkait pengendalian dan pemusnahan merkuri.

Ketiga, pembagian kewenangan kementerian/ lembaga dan kabupaten kota yang berkaitan dengan kewenangan dan keuangan karena dibatasi undang-undang.

Keempat, mengenai pasar gelap merkuri, kelima terkait pengendalian izin dan pengawasan serta terakhir sinergitas penegakan hukum melalu satuan tugas.

Sebelumnya, sejak terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM) yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 22 April lalu.

Dengan berlakunya Perpres tersebut, gubernur dan bupati atau walikota menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAD-PPM) Provinsi dan kabupaten paling lama satu tahun sejak peraturan berlaku.

Pewarta: Kuntum Riswan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019