Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Kementerian Perindustrian, Eko Cahyanto mengakui pemerintah sedang dihadapkan pada masalah kompetensi SDM seperti yang terjadi tahun lalu di Morowali.

Saat itu ada isu tentang tenaga kerja asing asal China yang mendominasi pengerjaan proyek tambang di sana. "Itu karena (tenaga kerja lokal), di sana tidak ada yang siap kerja," ujar Eko di Jakarta, Kamis.

Kebutuhan tenaga kerja yang besar pada industri tersebut menyebabkan pengusaha beralih pada tenaga kerja asing dalam rangka membangun pabrik-pabrik pertambangan.

Untuk itu, pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian bergerak dengan memfasilitasi pembangunan politeknik untuk menyiapkan SDM di sekitar daerah pertambangan tersebut.

"Saat ini, di tengah hutan itu kami punya politeknik, namanya Politeknik Industri Logam Morowali," ujar Eko.

Baca juga: Kompetensi SDM masih jadi tantangan industri Indonesia
Pembangunan politeknik tersebut dilakukan dalam rangka perbaikan SDM. Kemenperin juga memberikan insentif kepada politeknik tersebut lewat program diklat 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan kerja).

"Karena ingin mengganti tenaga kerja asing (TKA) itu 100 persen. Supaya setelah TKA selesai membangun pabrik, mereka pindah ke negaranya," ujar Eko.

Pemerintah berharap dengan adanya politeknik tersebut, pelan-pelan sektor tenaga kerja asing yang mengoperasikan pabrik bisa digantikan oleh anak-anak bangsa.

Menurut Eko, kebutuhan tenaga kerja di kawasan industri Morowali cukup besar. Pada sektor utamanya sekitar 25.000 orang, sedangkan tenaga pendukungnya sekitar 25.000 orang juga.

"Itu diluar 50.000 orang yang datang ke sana untuk bekerja mulai dari tukang cukur rambut sampai buka warung. Mereka mensuplai telur, ayam, karena makanan gratis di dalam pabrik itu," ujar Eko.

Kawasan pabrik yang memiliki luas kurang lebih 3.000 hektare itu sekarang sudah penuh dengan pabrik seluas 2.000 hektare.

Terdapat juga bandara dan pelabuhan di dalam kawasan industri itu. Sehingga menurut Eko, Indonesia sangat diuntungkan karena jadi produsen baja paling efisien penyerapan tenaga kerjanya di dunia.

"Itu kami dorong untuk mempelajari teknologinya, sehingga kita bisa dorong produktivitas bangsa ini semakin baik," ujar Eko.

Akibat besarnya tenaga kerja, Eko mengatakan kontribusi pajak di kawasan itu mencapai angka Rp2,03 triliun.
Baca juga: Kemenperin tingkatkan kompetensi SDM industri ketenagalistrikan
Baca juga: Kemenperin-BSN sepakat tingkatkan kompetensi SDM hadapi era industri 4.0

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019