Jakarta (ANTARA) - Tatapan matanya tajam menyorot ke sekitar gerbang masuk Istora Gelora Bung Karno Jakarta menyisir satu demi satu pergelangan tangan pengunjung yang tiba. Pendatang tanpa gelang kertas, menjadi target buruan mereka di area jelang pintu masuk arena.

Sepintas tak ada perbedaan mencolok dari segi penampilan, mereka berbaur di tengah kerumunan pengunjung domestik maupun mancanegara di setiap sudut Istora.

Mereka menghampiri target untuk sekadar mengakrabkan diri sambil menunjukan beberapa lembar gelang kertas bercorak putih dengan variasi warna hitam, merah, dan biru bertuliskan Indonesia Open 2019 yang ada di genggaman tangan.

Jelang siang hari adalah waktu favorit bagi komplotan beranggotakan pria dan wanita itu untuk beraksi setelah tiket di gerai resmi penjualan online maupun offline habis terjual. "Tiket, tiket, tiket," ujarnya tanpa segan kepada setiap pengunjung yang merespons tatapan.

Mungkin bagi sebagian pengunjung kritis, ketiadaan atribut resmi kepanitiaan Indonesia Open 2019 bisa menjadi warning untuk mewaspadai praktik penjualan tiket di luar gerai resmi. Tapi, terhentinya layanan penjualan tiket di gerai karena stok yang terbatas, menjadi alasan umum pengunjung terjebak dengan pusara transaksi ilegal yang melibatkan tidak kurang dari belasan oknum di Istora.

Modusnya, korban digiring menuju tempat yang jauh dari hiruk pikuk keramaian untuk menjalin kesepakatan harga. Tarif dua kali lipat dari ketetapan resmi penyelenggara, tidak bisa ditolak oleh suporter fanatik demi memenuhi hasrat menyaksikan langsung penampilan sang idola berjuang di arena.

Tiket resmi yang dilepas panitia sejak Selasa (16/7), hingga babak final, Minggu (21/7), meningkat rata-rata 25-50 persen seiring dengan tingkatan babak pertandingan.

Pada babak perempat final Indonesia Open 2019, Jumat (19/7), Blibli.com selaku sponsor perhelatan membanderol harga tiket Black class Rp125.000, Red Class Rp225.000, dan Blue Class Rp400.000.
Tumpukan gelang tiket menjuntai dari sela jemari tangan kanan salah satu oknum penjual. Dia membaderol tarif tribun menengah di kelas Red seharga Rp450.000 per lembar.

Pria berperawakan tegap yang mengaku sebagai warga Tanjung Priok, Jakarta Utara itu mengaku fleksibel dalam menentukan keuntungan yang bisa dia keruk dari korban. "Tiket box sudah habis, beli ini (tiket) aja, murah kok, boleh ditawar," ujarnya seraya menyodorkan gelang tiket red di parkiran gedung A GBK.

Dia berkilah, selisih harga tiket karena adanya pemodal yang meminta pengembalian dana berikut keuntungannya.
Usai tawar menawar yang alot, Kiki Arief (30), sepakat menebus dua tiket Red seharga Rp625.000 agar bisa menyaksikan langsung aksi Jonatan Christie kontra pebulutangkis Taiwan, Chou Tien Chen saat tampil di arena.

"Memang harganya lebih mahal, tapi kalau kita jago nawar, minimal gak berasa ketipu banget sama calo," kata warga asal Bandung, Jawa Barat, itu.

Kiki menyadari bahwa rata-rata tiket yang dijual calo untuk kelas VIP Blue dan tribun Black berkisar dua kali lipat dari harga normal. Bahkan, beberapa calo berspekulasi mematok hingga tiga kali lipat berdasarkan hasil survei harga yang dilakukan Kiki dari sejumlah calo yang dia temui di Istora.

Seorang mahasiswi di Jakarta, Eunike Patricia, mengaku risih dengan ulah segelintir oknum penjual tiket yang terus merayu dan menbuntutinya di sepanjang jalan menuju Istora. "Jangan merespons apapun ke calo, apalagi ngeliatin gestur seakan kita butuh tiket, dia bakalan 'nempel' terus," katanya.

Mahasiswi yang sedang liburan semester bersama tiga rekannya itu mengaku kecewa kepada panitia karena tiket yang disediakan untuk turnamen bulu tangkis bergengsi dunia jumlahnya terbatas. Bahkan kios penjualan tiket secara online melalui blibli.com dan tiket.com, ludes sejak pagi hari.

Situasi ini membuat penonton mengular di area tiket box untuk bertransaksi secara langsung sejak pukul 06.00 WIB, tapi kurang dari lima jam, tiket box area sudah ditutup untuk transaksi offline.

Jika sebagian calon penonton merasa sulit memperoleh tiket resmi online maupun offline, lantas dari mana oknum memperoleh tiket dalam jumlah yang banyak?.

Situs Blibli.com maupun Tiket.com mewajibkan calon penonton menunjukkan fotokopi KTP pemilik akun yang melakukan transaksi pembelian tiket online.

Yang berbeda, apabila penukaran tiket online di Istora diwakilkan, penonton harus membawa surat kuasa dan fotokopi KTP pemilik akun yang melakukan transaksi pembelian tiket.

Dalam suatu kesempatan, Ketua Panitia Pelaksana Indonesia Open 2019, Achmad Budiharto, memastikan bahwa transaksi pembelian terbatas pada satu orang, satu tiket untuk mengantisipasi praktik calo.

Achmad menyebut, untuk transaksi secara offline di Istora, panitia pelaksana telah mengalokasikan kuota tiket untuk kelas Red dan Blue masing-masing berkisar 100 lembar per hari, sedangkan Black dialokasikan minimal 500 lembar.

Langkah antisipasi bagi calon penonton yang kehabisan tiket, akan difasilitasi menonton menggunakan tiga layar lebar di beberapa sisi Istora.



Panitia bungkam

Upaya antisipasi praktik percaloan oleh panitia, nyatanya gagal. Alasannya, oknum tampak berkeliaran secara bebas di area Istora GBK selama empat hari terakhir penyelenggaraan Indonesia Open.

Antara mencoba mengklarifikasi situasi itu dengan menemui sejumlah panitia yang namanya tercantum di Program Book Blibli Indonesia Open 2019 untuk memperoleh klarifikasi.

Pada halaman 52 majalah gratis itu, tercantum enam nama yang tergabung pada tim bidang promosi ticketing dan ID card. Mereka di antaranya, Irene Lauw, sebagai ketua, dan Verdayanti, Felicia Adeline, Lois Amilia, Fitriyani Agus dan Alfiah Permataningtyas sebagai anggota.

Pada ruang sederhana yang tertutup kaca di sisi barat lantai dasar Istora, terpampang papan nama bertuliskan "ticketing". Namun tidak sembarang orang bisa mengakses area itu tanpa mengenakan kalung identitas kepanitiaan.

Sedikitnya tiga petugas keamanan bersiaga di dua lintasan umum yang berjarak selemparan batu dari ruang kaca. Hanya satu pintu yang terbuka, tampak di dalamnya empat petugas sibuk mengetik di depan layar kaca komputer, sebagian berkutat dengan buku catatan.

Hanya ada percakapan kilat siang itu, petugas keamanan mengabarkan bahwa di dalam ruangan hadir pimpinan penanggung jawab tiket. Informasi itu merujuk pada salah satu perempuan yang tengah mondar mandir di dalam ruangan dengan ponsel yang terselip di antara telinga dan pundaknya.

Tidak disebutkan nama dari perempuan itu, dia langsung menanyakan maksud kedatangan di ruangan tempatnya bekerja. Percakapan berlanjut saat Antara menanyakan jumlah alokasi tiket yang dijual secara resmi oleh panitia.

"Saya bisa pastikan bahwa segala hal yang berkaitan dengan tiket, sifatnya internal di kita, tidak akan disampaikan kepada publik melalui media. Ini kan zona steril," ujarnya singkat sambil beranjak kembali ke dalam ruangan.

Ketua Panitia Pelaksana Indonesia Open 2019, Achmad Budiharto, yang dikonfirmasi Antara melalui pesan singkat dan sambungan telepon belum memberikan komentar terkait situasi tersebut hingga tenggat penayangan berita.

Baca juga: Pecinta bulu tangkis serbu tiket Blibli Indonesia Open 2019

Baca juga: Pengunjung padati Istora GBK jelang semifinal

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019