Dalam penangkapan tersebut, juga  diamankan sebanyak 46 kapal bantu (skipper)
Jakarta (ANTARA) - Delapan unit kapal ikan Indonesia (KII) yang mempekerjakan anak buah kapal (ABK) asing berkewarganegaraan Filipina ditangkap Kapal Pengawas Perikanan (KP) Orca 04 di perairan Laut Sulawesi pada Senin (22/7/2019).

"Sebanyak delapan KII yang mempekerjakan WNA Filipina ditangkap KP Orca 04 yang dinakhodai oleh Capt Eko Priyono di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Laut Sulawesi," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Agus Suherman dalam siaran pers yang terima di Jakarta, Selasa.

Selain ditemukan pelanggaran penggunaan ABK asing Filipina, kapal-kapal yang ditangkap tersebut juga melakukan penangkapan ikan di luar wilayah sesuai izin yang dimiliki (pelanggaran wilayah penangkapan).

Kedelapan kapal yang ditangkap, yaitu KM Cancer 08 (30 GT, ABK 5 WNA Filipina dan 11 WNI); KM Venus Jaya (26 GT, ABK 5 WNA Filipina dan 9 WNI); KM Cemerlang Bahari 01 (27 GT, ABK 1 WNA Filipna dan 10 WNI); dan KM Teguh Jaya 6 (42 GT, ABK 5 WNI).

Selanjutnya, KM Teguh Jaya 8 (29 GT, ABK 1 WNA Filipina dan 4 WNI); KM Yasin 09 (9 GT, ABK 1 WNA Filipina dan 2 WNI); KM Sinar 2 (16 GT, ABK 1 WNA Filipina dan 2 WNI); dan KM Yasin 10 (10 GT, ABK 3 orang WNI).

Dalam penangkapan tersebut, juga  diamankan sebanyak 46 kapal bantu (skipper) yang berfungsi untuk menangkap ikan tuna dengan kapasitas tangkapan masing-masing skipper sekitar 4-5 ekor ikan tuna.

Kemudian, ikan tuna tangkapan dari kapal tersebut dibawa ke kapal yang berfungsi sebagai kapal penampung.

Selanjutnya, terhadap 8 kapal tersebut, 46 skipper, dan seluruh awak kapalnya akan dilakukan proses hukum di Satuan PSDKP (Satwas) Ternate Maluku Utara.

"Terhadap temuan di lapangan dan untuk memastikan status kewarganegaraan ABK, maka Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Satwas Ternate Maluku Utara akan bekerja sama instansi terkait untuk mendalami status kependudukan yang dimiliki para ABK di kapal-kapal yang ditangkap tersebut," ucap Agus.

Dalam hal penggunaan ABK, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengatur bahwa kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib menggunakan nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Sebelumnya, LSM internasional The Pew Charitable Trust menyatakan publik harus dapat disadarkan terhadap bahaya illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal sehingga semakin banyak pihak yang bisa diajak berkolaborasi guna mengatasinya.

"Empat peluru untuk memperkuat aksi dalam mengatasi kejahatan perikanan, pertama adalah edukasi," kata Project Director Ending Illegal Fishing The Pew Charitable Trust  Peter Horn, dalam lokakarya tentang kejahatan terorganisasi industri perikanan yang digelar di Jakarta, Senin (22/7/2019).

Menurut Peter Horn, yang dimaksud dengan edukasi adalah menyebarluaskan dan membuat banyak orang menjadi paham bahwa mengapa penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil aksi mengatasinya.

Sedangkan peluru lainnya, ujar dia, yang harus diperhatikan dalam rangka mengatasi kejahatan perikanan di berbagai negara adalah diligensi pembangunan kapasitas, transparansi dan saling membagi data, serta kolaborasi dengan berbagai pihak.

"Mereka perlu berkolaborasi dengan pihak lain, termasuk dengan NGO (non governmental organization atau LSM)," katanya.

Baca juga: KKP tangkap kapal ikan ilegal asal Malaysia
Baca juga: Kapal Pengawas KKP kembali tangkap pencuri ikan berbendera Filipina
Baca juga: KKP tangkap kapal ikan ilegal berbendera Filipina

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019