Karena penanganan TPPO ini hasilnya tidak akan maksimal, apabila tidak dilakukan pencegahan. Jadi pencegahan itu lebih mudah dari pada penanganan kasus tersebut
Pontianak (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan, pemerintah akan memfokuskan pencegahan terjadinya TPPO (tindak pidana perdagangan orang) dengan modus perkawinan pesanan.

"Karena penanganan TPPO ini hasilnya tidak akan maksimal, apabila tidak dilakukan pencegahan. Jadi pencegahan itu lebih mudah dari pada penanganan kasus tersebut," kata Menlu Retno saat melakukan kunjungan kerjanya di Mapolda Kalbar, di Pontianak, Kamis.

Ia juga menyampaikan, kedatangannya beserta rombongan lainnya ke Kalbar, dalam rangka berkoordinasi dengan stakeholder  atau pemangku kepentingan yang ada dalam penanganan TPPO, karena salah satu korban TPPO tersebut dari wilayah Kalbar.

"Melalui koordinasi ini, kami akan berusaha mencegah munculnya kasus-kasus TPPO baru. Kedatangan kami ke Mapolda Kalbar juga dalam rangka membawa dua korban TPPO, dan sudah serah terima dari Kemenlu kepada Gubernur Kalbar, untuk dikembalikan kepada keluarganya," ungkapnya.

Ia menambahkan, kasus TPPO sebenarnya sudah lama, dan baru-baru ini muncul, tercatat di Shelter KBRI ada 18 orang yang diduga korban TPPO dengan modus perkawinan pesanan.

"18 kasus itu mungkin tidak mereflesikan semuanya, tetapi bagi kami angka itu sudah cukup banyak untuk segera diselesaikan, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian banyak dan sudah memerintah semuanya untuk menyelesaikan dan sekaligus melakukan pencegahan agar kasus tersebut tidak terjadi lagi," tutur Retno.

Apalagi, menurut dia, TPPO tersebut salah satu kejahatan transnasional sehingga penyelesaiannya juga penting dilakukan kerja sama, dalam hal ini kasusnya menyangkut di Tiongkok, maka kerja sama tersebut dengan negara tersebut.

"Kami juga sudah bertemu dengan tujuh korban dalam hal melakukan pendalaman, maka polanya dapat dipelajari, mulai dari bagaimana mereka menikah, perjalanan, sampai mereka kembali lagi ke Tanah Air, sehingga pihak kepolisian akan menyisir jaringan TPPO tersebut," ujarnya.

Menurut dia, dalam langkah diplomatik, Kemenlu RI sudah melakukan pertemuan dengan Kemenlu Tiongkok. "Kami ingin kasus ini dilihat sebagai TPPO, bukan isu pernikahan biasa, karena dengan persamaan persepsi tersebut, maka akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah itu," ucapnya.

Edukasi kepada masyarakat dalam hal ini sangat penting. "Saya sudah meminta kepada korban agar menceritakan pengalamannya kepada orang lain, agar tidak jatuh lagi korban-korban lainnya," tegasnya.

Menurut dia, ada tiga tujuan dari perkawinan pesanan tersebut, ketiga provinsi itu, di antaranya Henan, Shandong. Dari provinsi itu, untuk menuju KBRI di Beijing, bahkan ada di antaranya yang membutuhkan waktu sekitar sembilan jam.

"Intinya pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi dalam menyelesaikan kasus TPPO dengan modus perkawinan pesanan tersebut," katanya.

Apalagi, dari tujuh korban tersebut, malah korban yang masih berusia 14 tahun. "Kami mengharapkan kerja sama yang baik dalam melakukan pencegahan, dan membuka mata rantai dari kejahatan transnasional tersebut," tambahnya.

Pewarta: Andilala
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019