Mataram (ANTARA) - Delapan rumah sakit di Provinsi Nusa Tenggara Barat diturunkan kelasnya dari rumah sakit tipe C menjadi tipe D oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena terganjal masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana yang masih kurang.

"Ada 10 rumah sakit yang diturunkan kelasnya oleh Kemenkes, tapi setelah kami , cek ternyata ada dua sebenarnya tidak turun kelas, karena merupakan rumah sakit khusus, seperti Rumah Sakit Jiwa NTB dan RSI Sitti Hajar Mataram," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Senin.

Ia menjelaskan, penurunan tipe terjadi karena rumah sakit yang ada di seluruh kabupaten/kota di NTB itu, tidak melakukan update informasi secara online atau daring setiap ada penambahan SDM dokter, terutama dokter spesialis maupun sarana dan prasarana pendukung lainnya. Akibat tidak adanya pembaruan informasi secara online tersebut, akhirnya yang dinilai Kemenkes sebagai bahan penilaian rumah sakit swasta maupun RSUD berdasarkan informasi lama tidak yang terbaru.

Padahal, kata Nurhandini Eka Dewi, situasi ketenagakerjaan di rumah sakit seringkali berubah, terutama dokter spesialis, karena dokter spesialis rata-rata dikontrak, dan tidak selalu di tempat dan sedang berada di tempat lain. Berbeda halnya dengan PNS yang bisa menetap. Kalau non-PNS sifatnya dikontrak, sehingga tidak terikat. Hal itulah yang terjadi pada beberapa rumah sakit, seperti RSUD Praya, Kabupaten Lombok Tengah, RSUD Sumbawa, RSUD Lombok Barat dan RSUD Bima.

"Mungkin inilah yang menyebabkan beberapa rumah sakit tidak mendapatkan penilaian sehingga kelas mereka diturunkan, karena tidak pernah melapor," ujarnya.

Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah ini, menegaskan untuk bisa mengembalikan tipe rumah sakit kabupaten/kota dari tipe D kembali menjadi C, semua rumah sakit di NTB diminta segera memperbarui kembali informasi SDM maupun sarana prasarana yang dimiliki melalui sistem online. Karena, pembaruan data tersebut harus dilakukan setiap setahun sekali yang langsung dilanjutkan dengan penilaian.

"Jadi pelaporan itu tidak bisa ditunda-tunda," terang Eka.

Eka mengatakan, menyusul penilaian dari Kemenkes tersebut, pihaknya telah mengumpulkan semua rumah sakit untuk membahas hal tersebut. Dari hasil pertemuan sejumlah rumah sakit melayangkan keberatan kepada Kemenkes, dengan melengkapi bukti keterangan yang terlebih dahulu harus diklarifikasi Dikes.

"Karena ini tidak sendiri maka keberatan itu disampaikan secara kolektif untuk disampaikan ke Kemenkes," terangnya.

Menurut dia, upaya memperbaiki, memenuhi kebutuhan SDM terutama dokter spesialis yang kurang, seluruh rumah sakit harus berjejaring, saling bantu antar rumah sakit. Mengingat, tenaga dokter spesialis pun di NTB jumlahnya masih sangat kurang.

"Turun kelas ini pengaruhnya kepada pendapatan rumah sakit. Kalau pun rumah sakit memiliki alat canggih, tidak akan diakui kalau masih tipe D, karena ada batas kewenangan yang harus dipenuhi," jelasnya.

Eka menambahkan, saat ini jumlah RS di NTB sampai saat ini mencapai 36 unit. Sementara jumlah keseluruhan rumah sakit di Indonesia yang mengalami penurunan tipe dari C ke tipe D sebanyak 615 unit.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI menetapkan 615 rumah sakit di seluruh Indonesia turun kelas dari tipe C menjadi D. Dari jumlah itu, 10 di antaranya merupakan rumah sakit di NTB. Antara lain, RSUD Patuh Patut Padju di Kabupaten Lombok Barat, RSUD Praya di Kabupaten Lombok Tengah, RS Islam Yatofa Lombok Tengah, RS Cahaya Medika, RSUD Kabupaten Bima, RSUD Kota Bima, RSUD Kabupaten Sumbawa Barat, RSUD Kabupaten Dompu, RS Bayangkara Polda NTB dan RS Manambai Abdul Kadir di Kabupaten Sumbawa.

Baca juga: Kemenkes rekomendasi 21 rumah sakit di Aceh turun kelas

Baca juga: Gubernur Banten protes Kemenkes soal penurunan tipe 21 rumah sakit


Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019