Singaraja (ANTARA) - Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, melakukan penelitian, pengembangan dan pengabdian masyarakat untuk memberdayakan potensi pertanian di Buleleng, yakni pertanian anggur di Desa Banjar Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali, dengan menciptakan minuman "wine" dengan kadar alkohol nol persen.

Salah seorang dosen pengajar pendidikan kimia di Undiksha, Dr. I Nyoman Tika, M.Si, di Singaraja, Senin, menjelaskan pihaknya mengembangkan peleitian dan menciptakan teknologi untuk mengolah buah anggur lokal menjadi "wine" yang memiliki nilai lebih ekonomis.

“Penelitian ini cukup panjang sampai kami bisa melahirkan produk tersebut dengan metode fermentasi. Ini teknologi fermentasi. Bagaimana bisa menjadikan anggur yang dulunya dipetik langsung dijual menjadi wine," ujarnya.

Pada awalnya, lanjut Tika, wine yang dihasilkan masih mengandung 13 persen alkohol sehingga hal itu bisa menjadi penghambat dalam pemasaran. Untuk itulah, ia terus melakukan inovasi hingga mampu menghasilkan wine nol persen alkohol. "Ini ada teknologinya juga. Dengan nol persen," katanya.

Akademisi jebolan Institut Teknologi Bandung ini mengatakan pengolahan tersebut bekerja sama dengan Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. "Dengan ini, nilai ekonomis yang didapatkan petani bisa lebih menjanjikan, apalagi saat panen raya," katanya.

Seorang petani anggur, I Made Budiasa, menyambut baik adanya sentuhan teknologi tersebut. "Kami bersyukur ada pelatihan pembuatan wine dari Undiksha ini," ucapnya. Sebelumnya, kata dia, hasil panen hanya dijual usai dipetik. Saat panen raya, harga kerap anjlok, sehingga membuat petani kelimpungan.

Dibalik apresiasi itu, katanya, petani masih perlu mendapat perhatian dari pihak terkait dalam hal pemasaran. "Sekarang pemasaran masih terbatas. Ini yang perlu difasilitasi oleh perguruan tinggi maupun pemerintah," imbuhnya.

Produksi anggur itu sempat diperkenalkan di Undiksha ketika Lembaga Penelitian dan pengabdian Masyarakat setempat mengadakan seminar dengan menghadirkan narasumber Direktur Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Ir. Retno Sumekar, M.Sc., akhir pekan lalu.

Retno Sumekar menyambut baik penelitian yang dilakukan akademisi di Undiksha. Ia mengungkapkan setiap tahun terdapat antara 500 sampai 1.500 proposal yang diajukan peneliti dari berbagai perguruan tinggi untuk bisa mendapatkan dana dari pemerintah pusat. Namun, setelah diverifikasi, hanya sekitar 100 proposal yang memenuhi kriteria.

Sebagian besar penelitian yang dilakukan belum melihat kebutuhan masyarakat dan pasar. Diakui, hal itu masih menjadi persoalan sampai saat ini. "Masih sangat sulit bagi kami karena research para peneliti itu belum melihat kebutuhan pasar atau masyarakat sehingga kami sangat sulit mendorong untuk jadi hilirisasi atau industri," ungkapnya.

Pada kesempatan itu, dirinya juga melihat potensi penelitian yang dapat dihilirisasi, khususnya di Bali potensinya cukup besar. Seperti halnya bidang kuliner yang ditemukan sangat beragam. Kekayaan daerah itu bisa dikemas menjadi sesuatu yang bernilai dengan tambahan sentuhan teknologi. "Penelitian yang bisa dihilirisasi bisa dengan melihat potensi daerah," katanya.

Sementara itu, Wakil Rektor I Undiksha, Dr. Gede Rasben Dantes, S.T.,M.TI., mengharapkan para peneliti Undiksha semakin banyak yang mengusulkan proposal untuk mendapat dana Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) dan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT). "Akademisi Undiksha sudah banyak yang menghasilkan penelitian. Sekarang tinggal bagaimana bisa meningkatkan ke level yang lebih tinggi," ujarnya.

Baca juga: Mahasiswa "sulap" sampah plastik jadi karya seni

Baca juga: Antiseptik untuk pemerah sapi diciptakan tim mahasiswa Undip

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf/Made Adnyana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019