Makassar (Antaranews Sulsel) - Empat Juru Bicara (Jubir) Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan sepakat untuk menjaga harmonisasi Pilkada Gubernur tanpa informasi bohong atau hoax serta Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA).

"Kami tidak pernah khawatir dengan isu SARA, kalaupun ada bibitnya tidak meledak begitu saja, sebab di Sulsel masyarakat masih berfikir rasional serta mengedepankan kearifan lokal," ujar Jubir paslon Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar (NH-Aziz), Muhammad Natsir di Makassar, Selasa.

Selain itu dalam diskusi media mengangkat tema, `Pilkada Tanpa Hoax dan SARA` di di Country Coffe Resto (CCR), Jubir pasangan Agus Arifin Nu`mang-Tanri Bali Lamo (AAN-TBL), Andre Arief Bulu menuturkan isu SARA maupun hoax, selalu saja menjadi faktor dalam pelaksanaan pilkada.

"Kita tidak pernah terlepas dari cara-cara seperti itu, karena tujuan Pilkada adalah kemenangan. Kita tentu tidak bisa berbicara secara normatif bahwa terlepas dari konsep SARA maupun hoax, hanya saja bagaimana caranya bertarung lebih sehat," ujar dia.

Meski demikian, tambah mantan legislator DPRD Sulsel itu mengemukakan dalam tim pemenangan pasti ada tim yang bekerja untuk menaikkan elektoral paslon, tetapi ada pula tim bertugas menurunkan elektoral. Pilgub Sulsel tanpa hoax dan SARA itu tergantung dari cara kerja tim bagaiamana Pilgub Sulsel terhidar dari itu

Sedangkan Jubir paslon Nurdin Abdullah-Sudirman Sulaiman (NA-ASS), Haeruddin Nurman pada kesempatan itu menuturkan Indonesia saat ini sudah mengarah kepada demokrasi sesungguhnya. Hanya saja isu SARA serta istilah hoax yang populer saat ini adalah salah satu kendala.

Kendati demikian, Pilgub Sulsel 27 Juni 2018 sekarang ini berjalan tahapannya diharapkan dapat menjadi barometer di Pilkada daerah lain dengan kata lain, saling menjaga tidak terjadinya politik SARA serta Hoax.

"Banyak hal yang menjadi persoalan politik SARA apalagi dijaman ini hoax begitu menggurita. Tetapi sejauh ini i belum ada kejadian yang mengarah ke arah politik SARA dalam tim kami, kalaupun ada informasi hoax itu hanya oknum saja, " katanya.

Sementara Jubir paslon Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar (IYL-Cakka), Henny Handayani menyebutkan bahwa ramainya informasi hoax di media sosial dan media-media lainya hanya dilakukan oknum tertentu dengan tujuan Pilkada di Sulsel menjadi sorotan, padahal semuanya bohong.

Selain itu adanya tudingan paslon memerintahkan untuk menyerang kandidat tertentu, itu adalah informasi tidak benar karena dalam etika pertarungan politik tidkak dibenarkan cara-cara seperti itu.

"Dijaman ini kita tidak bisa lagi membendung arus informasi terutama di sosial media. Kami tidak bisa mengawasi secara menyeluruh, ada ratusan relawan tetap di jalur netizen menyampaikan informasi, mereka punya akun dan Medsos sendiri, tidak bisa kami larang," beber mantan jubir pasangan Sayang Pilgub 2014 lalu itu.

Dalam diskusi tersebut selain menghadirkan Jubir paslon, narasumber lain juga tampil dari akademisi Unismuh Makassar Luhur Prianto, tim cyber dari Mabes Polri Brigjen Pol Muhammad Fadil Imran, tokoh budayawan Asmin Amin, dan dari media yakni Reni, Subhan Yusuf, dan Fahruddin Palapa.

Menurut Brigjen Pol Muhammad Fadil Imran menuturkan, pemanfaatan isu SARA untuk menggalang dukungan di Pilkada telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Meski Sulsel belum terjadi, tapi bibit-bibit potensi itu ada.

Isu SARA, kata dia, telah menjadi identitas sosial paling rentang dimanfaatkan oknum tertentu untuk kepentingan politik di momentum pilkada agar bisa mendapatkan kemenangan meski mengabaikan hak asasi.

"Pertarungan ide dan gagasan itu selalu ada, bahkan digandeng isu SARA selalu menyelimutu pada setiap momentum politik seperti tahun ini," ungkap Fadil.

Ironisnya, pemanfaatan medsos selalu dikemas rapi dengan isu SARA diduga masif dilakukan oknum tim pemenangan sehingga dengan mudahnya menginformasikan berita bohong atau hoax, seperti terjadi di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

"Mengapa SARA digunakan, karena rasionalitas seseorang cenderung punya keterbatasan. Ketika isu tentang agama ditiupkan maka terkadang kita cepat percaya. Saya percaya di Sulsel tidak seperti itu karena masih menjaga kearifan lokalnya serta menjaga proses demokrasi dengan hati nurani," harap dia.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024