Makassar (Antaranews Sulsel) - Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), meminta angkaswan dan angkaswati berkomiten menjaga ruh Tri Prasetia RRI demi Integrasi Bangsa dan Negara.

"Setiap angkaswan dan angkaswati sudah didoktrin serta menyemangati Tri Prasetia RRI demi menjaga visi bangsa, yakni Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945," sebut Ketua Dewas LPP RRI, Mistam melalui siaran persnya diterima, Selasa.

Menurut dia menyelamatkan peralatan siaran dalam konteks kekinian berarti alat siaran RRI harus bisa jadi asupan yang sehat, bagi masyarakat dan tidak boleh melenceng dari visi bangsa.

Selain itu program-program acara di RRI tersebut merupakan matarantai yang merefleksikan keberpihakan RRI bagi masyarakat Indonesia. Tidak boleh matarantai ini terputus dari konsensus nasional.

"Jadi tantangan bagi insan penyiaran RRI adalah harus kreatif, inovatif serta solutif," tegasnya di Rapat Kerja Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) RRI di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta.

Berkaitan dengan poin kedua dari Tri Prasetia RRI, kata dia, bahwa RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi, maka spirit teman-teman di RRI harus terjaga dari bias siaran yang merugikan kepentingan bangsa.

Selain itu, kata Mistam, arah dan tujuan penyiaran sudah diatur dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Namun, sejauh ini belum ada media yang mendrive masyarakat sesuai visi bangsa.

Karena itu, pada posisi inilah peran strategis yang mesti dimainkan RRI atas dukungan FKP. Sesuai dengan kedudukannya sebagai Lembaga Penyiaran Publik. Sebab, saat ini, RRI tidak mungkin melakukan propaganda dan sekadar jadi corong pemerintah.

Untuk itu, lanjut dia, RRI tidak mungkin memproduksi siaran hoax dan siaran yang bisa mengancam integrasi bangsa. RRI dari A sampai Z, baik berita hingga hiburannya harus mengedukasi masyarakat.

Meski demikian, pihaknya khawatir dalam konteks penyusunan RUU Penyiaran, terkesan ada upaya dari kekuatan modal untuk mengarahkan perubahan Undang-undang demi keuntungan bisnis semata.

Dengan tetap berpedoman pada Tri Prasetia, berarti RRI itu berdiri di atas semua aliran dan golongan, RRI netral dan independen. Sehingga, kurang tepat jika RRI akan jadi Badan Layanan Umum (BLU) karena RRI hanya akan jadi subordinat dan berpotensi jadi corong atau alat propoganda pemerintah.

Hal ini, ujarnya menjadi salah satu isu sentral, apalagi di tengah situasi politik seperti sekarang. Kita bertekad, bagaimana RRI tetap berada pada khitahnya sesuai Tri Prasetia RRI.

RRI senantiasa membutuhkan masukan agar program siarannya membumi, sesuai kebutuhan masyarakat dan senantiasa aktual. Siaran RRI harus mampu merangkul generasi muda termasuk kalangan anak-anak. Karena pada mereka masa depan RRI pada bangsa dan negara ini.

"Jika kita membuat program anak muda maka perlu cari penyiar muda, lagu-lagunya juga diselaraskan biar RRI makin dekat dengan generasi milenial," harap Mistam.

Penasihat FKP LPP RRI, Paulus Widiyanto pada kesempatan itu, menegaskan perlunya RRI memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, terutama media baru. Sekarang ini, tambah dia, era digital, era konvergensi media, era multiplatform, yang sangat penting bagi RRI untuk menjangkau khalayat yang lebih luas

Raker FKP LPP RRI bertema Sinergitas Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) LPP RRI dalam Mendukung Program-Program Siaran RRI dalam Rangka Penguatan Kelembagaan RRI berlangsung 7-9 Mei 2019 di Yogjakarta.

Raker kali ini diikuti 23 peserta terdiri dari Pengurus Pusat FKP, Kordinator Nusantara (Kornus) yang mewakili FKP daerah, Direksi, Dewas dan Kepala Puslitbang Diklat LPP RRI. Ketua FKP RRI Makassar, Rusdin Tompo, juga menjadi peserta Raker tersebut.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024