Makassar  (Antaranews Sulsel) - Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Sulawesi Selatan pada peringatan Hari Kembangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei setiap tahunnya itu membahas mengenai nasionalisme rakyat Indonesia serta insiden teror bom.

Ketua FPK Sulsel Halilintar Lathief di Makassar, Minggu, mengatakan, hari kebangkitan nasional pertama kali diikrarkan sejak kelahiran Budi Utomo pada 1908, di mana pada hari itu masyarakat pertama kali membangun aliansi bersama untuk menumbuhkan semangat nasionalisme.

"Jadi Harkitnas pertama diikrarkan pada hari kelahiran Bung Tomo (Budi Utomo) itu di tanggal 20 Mei 1908. Pada tanggal 20 Mei itu, di mana masyarakat membangun aliansi bersama untuk menumbuhkan semangat nasionalisme, hari di mana tonggak kebangkitan nasional dimulai," ujarnya.

Setelah 110 tahun hari kebangkitan nasional itu diikrarkan, namun nasionalisme masih menjadi teka-teki karena sikap saling curiga antar anak bangsa masih sangat kuat, aksi teror dan tindakan anarkis juga merupakan tindakan yang jamak terjadi.

Bukan cuma memperingati 110 tahun hari kebangkitan nasional itu, bangsa Indonesia juga akan merayakan 20 tahun jatuhnya rezim otoriter Orde Baru (21 Mei 1998-21 Mei 2018), di mana beberapa agenda reformasi belum terlaksana dengan baik.

"Melalui momentum hari kebangkitan nasional dan memperingati jatuhnya orde baru ini, kami dari FPK Sulsel bersama komunitas pemuda, mahasiswa dan para tokoh adat pun menyatakan sikap atas banyaknya agenda yang menjadi pekerjaan rumah di bangsa ini," katanya.

Halilintar pun dalam harkitnas ini mendorong partisiaspi dan kontribusi aktif kaum muda atau millenial dalam mengawal kehidupan bangsa yang majemuk.

Ia juga mengaku jika nasionalisme rakyat Indonesia saat ini mengalami tantangan dan dinamika internal karena adanya pragmatisme politik, perebutan kekuasan yang menghalalkan segala cara serta bangkitnya kelompok radikal.

Karenanya, pihaknya mendorong masyarakat menggunakan media sosial sebagai sarana untuk mengokohkan nilai-nilai kebangsaan dan merawat keberagaman dan tidak menggunakan media sosial sebagai sarana merusak dan memecah belah antarwarga masyarakat.

"Mari kita menjadikan media sosial menjadi instrumen untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan nasionalisme anak bangsa, jangan sebaliknya menjadi sosial media sebagai alat pemecah antarwarga," ucapnya.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024