Makassar (Antaranews Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menunjuk delapan orang jaksa penuntut untuk menangani perkara dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala BPKAD Makassar, Erwin Haiyya.

"Kasus Erwin Haiyya itu sudah P-21 (hasil penyidikan sudah lengkap) dari Polda Sulsel dan selanjutnya akan dipersiapkan semuanya sebelum masuk persidangan termasuk menunjuk delapan jaksa penuntut," jelas Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel Salahuddin di Makassar, Selasa.

Ia mengatakan, penunjukan delapan jaksa penuntut ini gabungan dari jaksa Kejaksaan Negeri Makassar maupun Kejati Sulsel untuk mengawal proses hukum tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar.

Delapan orang jaksa penuntut ini, usai dilimpahkannya semua berkas perkara, barang bukti dan tersangkanya dari Ditreskrimsus Polda Sulsel akan langsung menyusun rencana dakwaan (rendak) sebelum dilimpahkan ke PN Tipikor.

"Prosesnya seperti itu, usai perkaranya dinyatakan P-21 kemudian ditunjuk jaksa penuntut dan nanti jaksa ini akan membuat rendaknya dan melimpahkannya ke pengadilan," katanya.

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel menetapkan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Makassar Erwin Syafruddin Haiyya sebagai tersangka dalam kasus pengadaan makan minum dan alat tulis kantor (ATK) di Pemkot Makassar.

Setelah kasus ini berjalan, penyidik kemudian melakukan pengembangan setelah uang sitaan senilai Rp1 miliar lebih beserta pecahan mata uang asing berbagai negara seperti dolar Amerika Serikat (AS), Australia, Vietnam dan Euro tidak jelas asal usulnya.

Tersangka Erwin Haiyya hanya mengakui sekitar Rp300 juta dari jumlah Rp1 miliar lebih itu sebagai uang titipan dari para pengusaha atau rekanan dalam proyek makan minum tersebut.

"Uang yang disita penyidik sekitar Rp1 miliar dan pecahan mata uang asing berbagai negara itu baru sebagian yang diketahui asal usulnya, sedangkan lainnya masih belum," jelas Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani.

Ia mengatakan, dari total Rp1 miliar yang disita penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel itu, Rp300 juta diantaranya adalah dugaan hasil suap dari berbagai rekanan.

Dicky menerangkan jika kepastian Rp300 juta itu didapatkan setelah penyidik berhasil memeriksa sejumlah saksi, baik saksi dari BPKAD Makassar maupun para rekanan yang telah menyetorkan uang tersebut.

"Untuk yang Rp300 juta itu diduga adalah hasil suap atau fee dari proyek-proyek pengadaan ATK (alat tulis kantor) dan juga proyek makan dan minum di Pemkot Makassar," katanya.

Sedangkan sisanya senilai Rp700 juta, lanjut dia, sudah diakui oleh tersangka Erwin Haiyya sebagai miliknya. Namun, asal usul dari uang tersebut belum diketahui.

Atas perbuatannya itu, penyidik menerapkan pasal pasal 12 huruf i Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Undang Undang Nomor 8 tahun 2010, tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024