Makassar (Antaranews Sulsel) - Penggiat antikorupsi Celebes Law and Transparency (CLAT) menyoroti penangguhan penahanan empat pimpinan DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) yang berstatus terdakwa.

"Ini sedikit aneh, kenapa bisa langsung dibebaskan keempat tersangkanya, padahal sejak proses penyidikan di kejaksaan tinggi itu sudah ditahan hingga di limpahkan ke pengadilan," ujar Direktur CLAT Irvan Sabang di Makassar, Senin.

Empat orang mantan pimpinan DPRD Sulbar yang ditangguhkan penahanannya yakni, Andi Mappangara (mantan Ketua DPRD Sulbar), Munandar Wijaya (mantan Wakil Ketua DPRD), Hamzah Hapati Hasan (mantan Wakil Ketua DPRD) dan Harun (Wakil Ketua DPRD).

Menurut dia, hakim boleh saja mengabulkan permohonan penangguhan, selama alasan dari penangguhan rasional dan tidak melanggar aturan atau regulasi dari undang-undang tindak pidana korupsi.

Ia mengatakan penangguhan penahanan yang dilakukan secara bersamaan atau langsung keempatnya dinilainya aneh, apalagi dengan memperhatikan alasan akan libur lebaran.

"Harusnya ini tidak boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh majelis hakimnya. Sebab ini sangat mencederai proses peradilan yang kini tengah berjalan di persidangan," ucapnya.

Irvan menuturkan penangguhan yang boleh dikabulkan oleh hakim ketika terdakwa dalam keadaan tidak sehat jasmani atau sakit dengan alasan untuk berobat.

Namun, jika alasan kemanusiaan seperti libur lebaran, maka semua terdakwa tindak pidana korupsi maupun terdakwa pidana umum lainnya juga berhak mengajukan permohonan penangguhan yang sama.

"Ini jelas akan menjadi problem untuk penegakan supremasi hukum kedepannya," tegasnya.

Sebelumnya, dalam kasus ini para tersangka dalam kedudukan sebagai unsur pimpinan DPRD Sulbar menyepakati besaran nilai pokok pikiran dengan nilai total anggaran Rp360 miliar untuk dibagi-bagi kepada pimpinan maupun anggota sebanyak 45 orang.

Dana sebesar Rp80 miliar itu kemudian digunakan untuk kegiatan di tiga SKPD Pemprov Sulbar, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Pendidikan, dan Sekretariat Dewan (Sekwan).

Sedangkan sisa anggarannya sebesar Rp280 miliar itu baru terelisasi di tahun 2017, dan digunakan untuk SKPD lainnya yang tersebar di Pemprov Sulbar dan kabupaten di Sulbar.

"Tersangka telah secara sengaja dan melawan hukum. Memasukkan pokok-pokok pikirannya, seolah-seolah merupakan aspirasi dari masyarakat. Tanpa melalui proses dan prosedur sebagaimana yang diatur dalam, Permendagri Nomor 52 Tahun 2016 tentang Pedoman APBD Tahun 2016," tuturnya.

Salahuddin menegaskan jika tersangka dijerat melanggar pasal 12 huruf i, pasal 3 jo pasal 64 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana minimal empat tahun penjara.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024