Makassar (Antaranews Sulsel) - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa sisa ganti rugi lahan di Tol Reformasi Makassar, sudah berjalan 18 tahun telah diserahkan ke pihak pengadilan.

"Begini, itu ada dua orang yang namanya sama di pengadilan. Yang satu menang ini (Ince Baharuddin) dan satu menang itu (ahli waris Intje Koemala), saya mau membayar ke siapa. Uangnya sudah ada di pengadilan," ujar Basuki, saat ditanya persoalan tersebut, di Makassar, Rabu.

Usai mengikuti Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) ke-8 di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Basuki menyatakan tidak tahu mau membayar ke pihak mana, sehingga masih menunggu nama ahli waris yang diputuskan pengadilan.

"Jadi kita tinggal nunggu mana yang mau diputuskan pengadilan. Karena, di pengadilan dua-duanya menang. Jadi semua uangnya ada, sudah siap, sudah dititipkan di pengadilan," katanya kepada wartawan sambil terburu-buru pergi menuju bandara untuk terbang ke Palu, Sulteng.

Secara terpisah, Syamsuddin Sammy salah seorang ahli waris Intje Koemala versi Taniwijaya selaku pemilik lahan sah Tol Reformasi, sangat berharap sisa ganti rugi lahan senilai Rp9,24 miliar yang belum dibayarkan sejak 2008 diselesaikan pemerintah.

"Mudah-mudahan apa yang disampaikan pak Menteri (Basuki) itu benar, karena apa yang kami alami sampai saat ini bahkan sudah ada ahli waris meninggal hanya dijanji-janjikan dan tidak ditepati," ujarnya seraya berharap dibayar.

Kuasa pendampingan hukum ahli waris, Andi Amin Halim Tamattappi mendengar hal itu langsung memberikan respons positif. Meski demikian pihaknya tetap mengecek apakah benar Kementerian PUPR sudah menyetorkannya ke pengadilan.

"Saya cek sesegera mungkin apakah benar sudah ada dana itu dititipkan ke pengadilan atau tidak, sebab selama ini hanya disebut uang itu ada di pengadilan tapi faktanya tidak ada. Mudah-mudahan kali ini benar uang itu ada dipengadilan sesuai penyataan pak Menteri kepada wartawan hari ini," katanya lagi.

Selama ini, sisa pembayaran ganti rugi tersebut, kata Amin, tidak dibayarkan dengan alasan ada sengketa dua kepemilikan. Meski nama sama masing-masing membawa nama Ince dan Intje semua persidangan dimenangkan olehnya bersama ahli waris.



Kronologi Pembebasan Lahan

Awal terjadi masalah ini ketika Departemen PU (saat itu) melaksanakan pembebasan lahan untuk pembuatan tol pada tahun 2008. Ahli waris telah menerima sepertiga pembayaran senilai Rp2,5 miliar dengan luas lahan tahap pertama 48.222 meter persegi (sudah dibayar) serta 22.134 meter persegi belum dibayarkan.

Sisanya seluas 7 hektare (tahap dua) dari total 12 hektare untuk pembebasan lahan belum dibayarkan hingga kini, dengan nilai Rp9,24 miliar dari total pembayaran sebesar Rp12 miliar.

Seiring berjalan waktu, para ahli waris terlibat cekcok, kemudian Departemen PU ragu membayarkan sisanya, kemudian meminta untuk dimediasi siapa yang pantas menerima bayaran sisa ganti rugi.

Setelah mendapat titik temu melalui Andi Amin selaku pendamping ahli waris berhasil mendamaikan, namun pihak Departemen PU belum mau membayar.

Belakangan oknum mafia tanah pun masuk. Melalui orang lain di luar garis keturunan ahli waris Intje Koemala, bernama Ince Baharuddin. Dia mengaku lahan itu miliknya hingga berperkara di pengadilan negeri setempat. Pengadilan memenangkan Ince Baharuddin dengan dokumen fotokopi, asli tidak ada.

Selanjutnya, pihaknya melakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA). Ahli waris pun menang dengan putusan ahli waris pemilik lahan Intje Koemala yang sah dengan putusan PK bernomor: 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010. Begitu pula, putusan selanjutnya nomor 266/PK/Pdt/2013.

Akan tetapi, putusan bernomor 266/PK/Pdt/2013 malah dibalik pelaku, diduga dipalsukan lahan itu miliknya. Dalam halaman 12 putusan itu ditegaskan bahwa mengadili dan menolak PK diajukan Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati selaku pemohon PK.

Surat keputusan asli tersebut ditandatangani pihak Mahkamah Agung melalui Panitera Muda Perdata Pri Pamudi Teguh, sementara amar putusan palsu berupa fotokopi diserahkan ke Kementerian PUPR.

Pelaku pun sempat dipenjara karena memalsukan dokumen.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024