Mamuju (Antaranews Sulsel) - Bupati Mamuju Habsi Wahid menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa memenuhi semua tuntutan perawat yang melakukan aksi mogok kerja, salah satunya terkait dengan tuntutan kenaikan gaji setara dengan upah minimum kabupaten (UMK).

"Dari berbagai pertimbangan, pemerintah daerah tidak dapat mengakomodasi semua tuntutan perawat," kata Habsi Wahid di Mamuju, Senin.

Terkait dengan moratorium tenaga kontrak, pihaknya sudah melakukan dan tidak akan ada lagi penerimaan tenaga kontrak. Akan tetapi, kalau soal kenaikan gaji, menurut dia, tidak mungkin bisa dilakukan.

Keputusan itu didasarkan pada pertimbangan jumlah perawat honorer yang melebihi batas minimal tenaga yang dibutuhkan.

Berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Kabupaten Mamuju hanya membutuhkan 140 orang perawat. Pada saat ini, jumlah perawat honorer hampir 600 orang.

Menurut dia, tidak hanya dari tenaga kesehatan, tetapi juga ada guru, tenaga kebersihan, dan sejumlah tenaga teknis lainnya yang tidak kalah penting yang totalnya 7.924 orang.

Jika hari ini tuntutan perawat berupa kenaikan gaji setara UMK sebesar Rp2,3 juta per bulan dipenuhi, menurut Habsi Wahid, tenaga honorer lain tentu akan menuntut hal yang sama karena mereka juga memiliki hak yang sama.

Jika dikalkulasi antara jumlah tenaga kontrak dengan gaji setara UMK, dibutuhkan anggaran lebih dari Rp218 miliar.

Ia menegaskan bahwa APBD Kabupaten Mamuju tidak akan sanggup karena pada waktu bersamaan akan membiayai sejumlah sektor yang wajib mendapat porsi anggaran, di antaranya sektor pendidikan dengan porsi 20 persen dari total APBD, alokasi dana desa sebesar 10 persen, sektor kesehatan 10 persen, dan alokasi untuk pembangunan infrastruktur sebesar 25 perse.

Dengan demikian, yang tersisa sekitar 35 persen anggaran yang dapat dialokasikan ke semua OPD, termasuk membiayai gaji pegawai dan aspirasi dewan.

Bupati menilai gerakan para perawat honorer masih dalam batas kewajaran. Kendati demikian, dia meminta para perawat segera menghentikan aksi mogok kerja karena akan sangat berdampak pada masyarakat.

Kalau mereka mogok, kasihan masyarakat. Oleh karena itu, dia mengimbau perawat dapat kembali bekerja sebagaimana mestinya.

"Saya minta perawat bersabar karena masih ada alternatif solusi dengan lahirnya PP 49 tentang Tenaga PPPK," ujar Habsi Wahid.

Bupati juga meminta sekretaris kabupaten untuk mengeluarkan edaran yang salah satu isinya memberi kesempatan kepada para perawat untuk kembali bekerja paling lambat sampai dengan 15 Desember 2018.

"Jika dalam kurun waktu tersebut mereka tidak dapat kembali aktif, mereka dinyatakan mengundurkan diri dan tidak siap untuk menjadi tenaga honorer daerah," tegas Habsi Wahid.

Sementara itu, Sekretaris Kabupaten Mamuju H. Suaib mengaku telah mengeluarkan edaran tersebut kepada Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah. Instansi ini akan melakukan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan di tiap puskesmas dan rumah sakit sampai batas waktu yang telah ditentukan.

Pewarta : Amirullah
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024