Makassar (Antaranews Sulsel) - Ratusan pengemudi transportasi ojek "online" (daring) Go-jek dan Grab menolak Uji Publik Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.

"Kami sepakat menolak dengan tegas rancangan peraturan itu karena kami anggap saat ini sudah nyaman dengan apa yang kami dapatkan," tegas Ketua Solidaritas Driver Go-Jek Makassar (SDGM), Sulawesi Selatan, Ibnu Hajar usai menolak kegiatan Uji Publik tersebut di hotel Rinra Makassar, Senin.

Menurut dia, didalam pasal 4 pada rancangan Permenhub itu, disebutkan pemberlakukan jam kerja delapan jam dan dua jam istirahat, tentu tidak sesuai, sementara order dibebankan perusahaan untuk "top up" 30 poin. Jika jam itu diberlakukan sama saja dengan membunuh perlahan pengemudi.

Selain itu, dibentuknya tim 10 di Jakarta, tidak melibatkan komunitas dari driver Makassar sehingga terkesan ada dugaan permainan yang terjadi dalam penggodokan Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan agar segera disahkan menjadi aturan baru.

"Kami menduga ada kepentingan orang pribadi, kenapa saya mengatakan demikian, sebab ini menjelang Pemilu legislatif dan presiden jangan sampai dengan adanya tim 10 mereka merekrut masyarakat yang tidak tahu apa-apa," ucapnya.

Bahkan terkait dengan iming-iming pemberian tarif Rp3.100 per kilometer untuk pengemudi, kata dia, tentu akan membuat pengemudi lebih makmur, tapi itu di Jakarta, sangat jauh berbeda kondisinya di Kota Makassar dan kota besar lainnya.

"Kondisi Jakarta bersama kota-kota lain termasuk Makassar sangat jauh berbeda. Kalau itu disamaratakan maka berdampak besar. Okelah di Jakarta makmur, tapi di Makassar memberlakukan tarif per kilometer, penumpang akan memilih kendaraan angkutan umum, tentu kembali lagi seperti dulu," ujarnya.

Kendati demikian, kondisi normal sekarang saja, lanjutnya, sudah banyak penumpang yang mengeluhkan, bagaimana bila batasan tarif atas dan tarif bawah serta pengaturan harga per kilometer hingga pembatasan jam kerja, itu diberlakukan.

"Intinya Makassar menolak, tidak perlu ada uji publik di sini. Kami tetap pada aturan awal tidak mesti diubah-ubah karena pada akhirnya akan merugikan kami bila tetap dipaksakan aturan itu diberlakukan, drafnya kami sudah baca disitu jelas merugikan kami," tambah pria disapa akrab Ucok itu.

Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubda) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani usai menerima aspirasi disela uji publik tersebut mengatakan, penolakan ini akan disampaikan kepada Menteri untuk ditindaklanjuti.

"Kami ke sini untuk melakukan uji publik. Kalau ada yang berbeda tolong disampaikan perbedaannya seperti apa, tadi penolakannya tidak perlu ada uji publik dan semua ditolak, mestinya ditulis detail pasal-pasal apa itu lebih baik dari pada harus demo," katanya.

Menurut dia, Rancangan Permenhub ini lahir dari komunitas pengemudi transportasi daring, sebab Kemenhub sadar bahwa dalam penyusunan Rancangan Permenhub harus dilakukan uji publik untuk penyempurnaan dengan melibatkan sejumlah komunitas dalam tim 10.

"Saya yakin apa yang kami buat bersama teman-teman yang ada di pusat belum sempurna, makanya ada kewajiban di dalam menyusun rancangan ini dilakukan uji publik. Ini murni atas tuntuan mereka sendiri di Jakarta. Kalau dihubungkan dengan Pemilu Pilpres dan Pileg tidak ada hubungannya," ucapnya.

Sebelumnya, ribuan pengemudi transportasi daring mendatangi tempat pelaksanaan uji publik Rancangan Permenhub tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat di hotel Rinra Makassar.

Awalnya, pembahasan uji publik berjalan normal, tiba-tiba harus terhenti disebabkan massa pengemudi transportasi daring merengsek masuk ke dalam hotel dan memaksa memberhentikan pembahasan uji publik tersebut dan tidak terima uji publik dilaksanakan di Makassar, Sulsel.

Mereka menganggap uji publik itu akan melegitimasi rancangan Permenhub untuk dijadikan aturan baru, padahal kondisi psikologi di berbagai daerah di Indonesia berbeda-beda, jadi tidak bisa disamaratakan.
  Suasana pertemuan antara Pengemudi Transportasi Daring (online) dengan pihak Kementerian Perhubungan di Hotel Rinra Makassar, Sulawesi Selatan (11/2/2019). (Foto Antara/Darwin Fatir)

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024