Makassar  (Antaranews Sulsel) - Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Prof Dr Henri Subiakto mengatakan upaya 'countering hoax' dapat dilakukan dengan menggunakan daya nalar dan referensi terhadap setiap informasi atau berita yang diterima melalui media sosial (medsos).

Prof Henri Subiakto menyampaikan trik bagaimana cara dan upaya pemerintah dalam menangkal berita hoax pada acara Bimbingan Teknik (Bimtek) Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Media Tingkat Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan dan Wilayah Indonesia Timur di Makassar, Jumat.

Mantan Ketua Dewan Pengawas Perum LKBN ANTARA ini mengatakan setiap informasi atau berita yang diterima melalui medsos tidak serta merta langsungg `ditelan mentah-mentah' dan dipercaya begitu saja, namun perlu digunakan daya nalar untuk memprediksi apakah berita atau informasi itu benar atau bohong.

Menurut Henri Subiakto, di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video, bahkan ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Ia mengatakan serbuan berita hoaks ternyata tidak pandang bulu, bahkan kalangan yang dipercaya memiliki literasi tinggi pun bisa saja terjerat berita hoaks.

"Hasil riset Sindikasi Pemilu dan Demokrasi menunjukkan mahasiswa saja terkadang tidak bisa bedakan hoaks. Bahkan professor pun ada yang kena berita hoaks," ujar pengajar di Universitas Airlangga ini.

"Memasuki era digital saat ini, informasi di media elektronik sangatlah banyak dan bervariatif, bahkan berita yang muncul pun sangat susah dibedakan mana yang benar dan mana yang bohong, oleh karena itu kita sangat perlu untuk lebih protektif dan jangan cepat percaya begitu saja" kata Henri Subiakto.

Ia menyarankan jika kita menemukan satu gambar atau berita yang tidak yakin akan kebenarannya maka juga bisa dengan menggunakan fasilitas internet 'google chromes dan google image'.

Jika berita atau gambar tersebut tidak benar maka akan muncul berita dan gambar yang asli dari kedua alat pencarian tersebut.

Selain itu juga, kata Henri, agar perlunya berbagai referensi dengan mengunjungi situs resmi pemerintah seperti program Lambe Hoax di instagram dan twitter @kemenkominfo, serta juga perlu dengan menggunakan aplikasi penangkal berita hoax seperti `turn back hoax'.

Ia mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kominfo, Kominfo provinsi dan kabupaten/kota juga terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat untuk mengenali ciri berita hoaks.

"Berita hoaks itu biasanya bikin cemas, informasi dan pembuat tdk jelas, kata-kata provokatif, fanatisme SARA dan tidak ada 5W1H," ujar Henri Subiakto.

Selain itu, lanjuit dia, masyarakat juga perlu proaktif dan lebih dewasa dalam mencerna informasi yang diterimanya, dan jika ada berita yang mencurigakan, sebaiknya disaring dengan uji hoaks.

"Yang terpenting gunakan nalar saat membaca berita, tidak asal percaya, agar tidak mudah terjebak kabar hoaks," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah juga bersikap tegas terhadap masyarakat yang memyebarkan berita-berita yang belum benar sumbernya, apalagi kalau itu hoax sampai meresahkan, penyebarnya ini terancam pidana pasal 28 UU ITE.

Dengan diberlakukannya UU ITE ini pemerintah berharap bisa mengurangi penyebaran berita hoax, apalagi dengan kemajuan teknologi infomasi dapat membuat masyarakat akan rentan terpapar, bahkan ikut menyebarkan informasi hoaks.

Saat ini dalam langkah meredam penyebaran hoax, pemerintah mengenakan sanksi administrasi hingga denda bagi OTT yang membiarkan hoaks atau konten yang melanggar undang-undang yang berlaku.

Acara Bimtek yang dibuka oleh Kepala Dinas Kominfo, Statistik, dan Persandian Provinsi Sulawesi Selatan Andi Hasdullah dan dihadiri oleh unsur Dinas Komunikasi dan Informatika se-Sulawesi Selatan dan Wilayah Timur Indonesia juga menghadirkan narasumber dari Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kemenkominfo Selamatta Sembiring, Kepala Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Biro Sulsel, La Ode Masrafi, Pakar/Praktisi Pembuat Materi Media Sosial, Dr. Rulli Nasrullah, dan CEO Kompasiana Praktisi Media Sosial, Iskandar Zulkarnaen.

Pewarta : -
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024