Palu (ANTARA) - Seorang ibu korban gempa bumi dan tsunami itu duduk di depan tenda tempat mereka mengungsi selama lima bulan terakhir sambil memerhatikan gambar calon presiden dan wakil presiden, kontestan Pilpres 2019.
"Tetap harus memilih pak, sebagai bentuk terima kasih kepada pemerintah atas bantuan yang selama ini diberikan kepada kami," kata Salma, pengungsi korban tsunami di Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang ditemui belum lama ini.
Ia dan suaminya adalah nelayan yang tinggal bersama tiga orang anak mereka di tenda berwarna putih bantuan sosial karena rumah mereka hancur disapu tsunami, 28 September 2019. Bencana gempa dan tsunami meluluhlantahkan sebagian besar wilayah pantai di Kabupaten Donggala, mengakibatkan banyak dari warganya yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda bahkan sanak saudara.
Puluhan ribu jiwa terpaksa mengungsi. Banyak yang mengungsi di selter dan tenda-tenda pengungsi dan tidak sedikit yang tinggal di rumah keluarganya yang tidak rusak diguncang gempa bermagnitudo 7,4 pada skala richter itu.
Walau tengah dirundung duka dan trauma mendalam namun semangat merayakan demokrasi di tenda-tenda pengungsian Kecamatan Sirenja tampak tetap tinggi.
"Menggunakan hak suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April nanti adalah sesuatu yang wajib diikuti dan dimeriahkan oleh para pengungsi Donggala," ujar Salma yang sedang menanti kepulangan suaminya dari melaut sore itu.
Duka dan kesedihan yang belum juga habis bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk tidak memilih siapa pemimpin yang akan menahkodai mereka lima tahun ke depan.
"Tetap harus memilih sebagai bentuk terima kasih kepada pemerintah atas bantuan yang selama ini diberikan kepada kami," kata Salma.
Selain itu kata ibu tiga anak ini, menggunakan hak pilih saat pemilu nanti adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang mengaku warga negara Indonesia.
"Sebab pilihan kita akan menentukan nasib lima tahun ke depan. Yang penting ada surat panggilan untuk memilih, saya akan memilih. Saya dan keluarga tidak pernah golput," ujarnya.
Hal serupa dikemukakan Adnan, pengungsi korban gempa di Desa Dampal, Kecamatan Sirenja.
"Selain karena kewajiban sebagai warga negara juga karena dorongan hati untuk dipimpin oleh pemimpin yang saya anggap baik," ucap Adnan saat ditemui di kawasan hunian sementara (huntara) yang baru selesai dibangun.
Ada harapan ingin disampaikan Adnan yang seorang petani sekaligus anggota hansip desa, bahwa pemimpin yang dipilihnya nanti akan menentukan nasib bangsa Indonesia ke depan. “Jangan sampai terjadi salah memilih pemimpin saat sudah di bilik suara nanti, apalagi hanya karena iming-imingan duit.”
Adnan sadar dirinya tidak ingin sampai salah memilih pemimpin hanya karena tawaran uang. “Pilihlah berdasarkan hati nurani. Kalaupun tetap dipaksa dikasih uang, ambil saja uangnya tapi jangan pilih si pemberi uang," ucapnya sambil tertawa.
Adnan juga mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta mengamankan dan melancarkan jalannya proses pemungutan suara nanti.
Adnan menyadari sikap peduli itu penting dilakukan untuk menjaga mencegah aksi oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang ingin melakukan kecurangan ataupun mengacaukan jalannya pemungutan suara nanti.
Sosialisasi Pemilu
Relawan pemilu memberikan penjelasan tentang tata cara mencoblos kepada pengungsi di Donggala sebagai bentuk upaya menyukseskan jalannya Pemilu 2019. (ANTARA)
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Donggala, Unggul mengatakan sosialisasi kepada pengungsi di selter atau tenda pengungsian dan hunian sementara (huntara) setiap hari dilakukan.
Jumlah pengungsi akibat bencana alam besar ini di Donggala tercatat 36.346 jiwa atau 11.478 kepala keluarga.
Sosialisasi yang dimulai dengan pengenalan surat suara hingga tata cara menggunakan hak suara disampaikan kepada para pengungsi. Hal itu dimaksudkan agar pemilih pengungsi tidak salah melakukan pencoblosan surat suara yang dapat berakibat suaranya tidak sah.
"Relasi (relawan demokrasi) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang tersebar di seluruh kecamatan dan desa di Donggala setiap hari melakukan sosialisasi di kawasan pengungsian dan huntara," katanya.
Selain itu sosialisasi kepemiluan kepada non-pengungsi juga terus dilaksanakan.
Menurut catatan KPU Donggala, Daftar Pemilih Tetap (DPT) daerah itu sebanyak 205.048 pemilih. Jumlah itu berdasarkan hasil penetapan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP-2).
Yuliana, salah seorang anggota relasi KPU Donggala yang ditemui saat mengikuti sosialisasi di kawasan pengungsian terpadu Kelurahan Gunung Bale, Donggala menjelaskan kaum hawa dari semua lapisan dan golongan adalah sasaran utama sosialisasinya.
"Kalau ada kegiatan seperti pengajian ibu-ibu, arisan dan sejenisnya, di situ saya biasanya melakukan sosialisasi kepemiluan," ucapnya.
Yuliana mandiri dan proaktif mencari kesempatan untuk sosialisasi. Kapan dan dimana kegiatan serupa dilaksanakan harus ia cari tahu sendiri.
"Saya cari tahu sendiri. Biasanya saya tanya-tanya dengan ibu-ibunya dimana ada pengajian dan acara arisan supaya saya bisa datang dan melakukan sosialisasi pemilu," katanya.
Tugas Yuliana yang paling utama adalah memberikan pemahaman kepada mereka soal pentingnya menggunakan hak suara dan mengajak mereka agar tidak golput.
Menurut dia pengungsi korban bencana merupakan sasaran empuk oknum-oknum calon anggota legislatif (caleg) maupun tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tidak menutup kemungkinan tujuan tim sukses capres untuk berusaha meraup suara demi meraih kemenangan dengan cara-cara curang seperti politik uang.
Yuliana memberikan apresiasi kepada para korban bencana alam ini karena meskipun masih banyak yang trauma dan masih menderita akibat dampak bencana, namun semangat mereka untuk mengikuti kegiatan sosialisasi terkait pemilu masih cukup tinggi.
"Tetap harus memilih pak, sebagai bentuk terima kasih kepada pemerintah atas bantuan yang selama ini diberikan kepada kami," kata Salma, pengungsi korban tsunami di Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang ditemui belum lama ini.
Ia dan suaminya adalah nelayan yang tinggal bersama tiga orang anak mereka di tenda berwarna putih bantuan sosial karena rumah mereka hancur disapu tsunami, 28 September 2019. Bencana gempa dan tsunami meluluhlantahkan sebagian besar wilayah pantai di Kabupaten Donggala, mengakibatkan banyak dari warganya yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda bahkan sanak saudara.
Puluhan ribu jiwa terpaksa mengungsi. Banyak yang mengungsi di selter dan tenda-tenda pengungsi dan tidak sedikit yang tinggal di rumah keluarganya yang tidak rusak diguncang gempa bermagnitudo 7,4 pada skala richter itu.
Walau tengah dirundung duka dan trauma mendalam namun semangat merayakan demokrasi di tenda-tenda pengungsian Kecamatan Sirenja tampak tetap tinggi.
"Menggunakan hak suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April nanti adalah sesuatu yang wajib diikuti dan dimeriahkan oleh para pengungsi Donggala," ujar Salma yang sedang menanti kepulangan suaminya dari melaut sore itu.
Duka dan kesedihan yang belum juga habis bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk tidak memilih siapa pemimpin yang akan menahkodai mereka lima tahun ke depan.
"Tetap harus memilih sebagai bentuk terima kasih kepada pemerintah atas bantuan yang selama ini diberikan kepada kami," kata Salma.
Selain itu kata ibu tiga anak ini, menggunakan hak pilih saat pemilu nanti adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang mengaku warga negara Indonesia.
"Sebab pilihan kita akan menentukan nasib lima tahun ke depan. Yang penting ada surat panggilan untuk memilih, saya akan memilih. Saya dan keluarga tidak pernah golput," ujarnya.
Hal serupa dikemukakan Adnan, pengungsi korban gempa di Desa Dampal, Kecamatan Sirenja.
"Selain karena kewajiban sebagai warga negara juga karena dorongan hati untuk dipimpin oleh pemimpin yang saya anggap baik," ucap Adnan saat ditemui di kawasan hunian sementara (huntara) yang baru selesai dibangun.
Ada harapan ingin disampaikan Adnan yang seorang petani sekaligus anggota hansip desa, bahwa pemimpin yang dipilihnya nanti akan menentukan nasib bangsa Indonesia ke depan. “Jangan sampai terjadi salah memilih pemimpin saat sudah di bilik suara nanti, apalagi hanya karena iming-imingan duit.”
Adnan sadar dirinya tidak ingin sampai salah memilih pemimpin hanya karena tawaran uang. “Pilihlah berdasarkan hati nurani. Kalaupun tetap dipaksa dikasih uang, ambil saja uangnya tapi jangan pilih si pemberi uang," ucapnya sambil tertawa.
Adnan juga mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta mengamankan dan melancarkan jalannya proses pemungutan suara nanti.
Adnan menyadari sikap peduli itu penting dilakukan untuk menjaga mencegah aksi oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang ingin melakukan kecurangan ataupun mengacaukan jalannya pemungutan suara nanti.
Sosialisasi Pemilu
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Donggala, Unggul mengatakan sosialisasi kepada pengungsi di selter atau tenda pengungsian dan hunian sementara (huntara) setiap hari dilakukan.
Jumlah pengungsi akibat bencana alam besar ini di Donggala tercatat 36.346 jiwa atau 11.478 kepala keluarga.
Sosialisasi yang dimulai dengan pengenalan surat suara hingga tata cara menggunakan hak suara disampaikan kepada para pengungsi. Hal itu dimaksudkan agar pemilih pengungsi tidak salah melakukan pencoblosan surat suara yang dapat berakibat suaranya tidak sah.
"Relasi (relawan demokrasi) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang tersebar di seluruh kecamatan dan desa di Donggala setiap hari melakukan sosialisasi di kawasan pengungsian dan huntara," katanya.
Selain itu sosialisasi kepemiluan kepada non-pengungsi juga terus dilaksanakan.
Menurut catatan KPU Donggala, Daftar Pemilih Tetap (DPT) daerah itu sebanyak 205.048 pemilih. Jumlah itu berdasarkan hasil penetapan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP-2).
Yuliana, salah seorang anggota relasi KPU Donggala yang ditemui saat mengikuti sosialisasi di kawasan pengungsian terpadu Kelurahan Gunung Bale, Donggala menjelaskan kaum hawa dari semua lapisan dan golongan adalah sasaran utama sosialisasinya.
"Kalau ada kegiatan seperti pengajian ibu-ibu, arisan dan sejenisnya, di situ saya biasanya melakukan sosialisasi kepemiluan," ucapnya.
Yuliana mandiri dan proaktif mencari kesempatan untuk sosialisasi. Kapan dan dimana kegiatan serupa dilaksanakan harus ia cari tahu sendiri.
"Saya cari tahu sendiri. Biasanya saya tanya-tanya dengan ibu-ibunya dimana ada pengajian dan acara arisan supaya saya bisa datang dan melakukan sosialisasi pemilu," katanya.
Tugas Yuliana yang paling utama adalah memberikan pemahaman kepada mereka soal pentingnya menggunakan hak suara dan mengajak mereka agar tidak golput.
Menurut dia pengungsi korban bencana merupakan sasaran empuk oknum-oknum calon anggota legislatif (caleg) maupun tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tidak menutup kemungkinan tujuan tim sukses capres untuk berusaha meraup suara demi meraih kemenangan dengan cara-cara curang seperti politik uang.
Yuliana memberikan apresiasi kepada para korban bencana alam ini karena meskipun masih banyak yang trauma dan masih menderita akibat dampak bencana, namun semangat mereka untuk mengikuti kegiatan sosialisasi terkait pemilu masih cukup tinggi.