Makassar (ANTARA) - Dua terdakwa masing-masing Andi Muhammad Ilham Agsari alias Ilho dan Sulkifli Amir alias Ramma pelaku pembakar satu keluarga di Makassar, Sulawesi Selatan yang divonis hukuman mati majelis hakim pada Kamis, 11 April 2019 di Pengadilan Negeri Makassar, akhirnya mengajukan banding. 

"Hari terakhir batas waktu diberikan, kami menyatakan banding. Ini sudah memenuhi unsur dam kami telah melaporkan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk dilanjutkan," sebut Penasehat Hukum terdakwa, Herling M Warouw di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.

Keputusan untuk mengajukan banding tersebut, kata dia, disampaikan langsung kliennya atau kedua terdakwa yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Makassar. 

Rencananya, Herling segera merampungkan berkas-berkas atas nota memori banding yang isinya keberatan atas putusan majelis hakim atas hukuman mati yang dijatuhkan kepada kliennya. 

Kendati sampai saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan lengkap tersebut, sehingga berkas itu belum sempat dibuatkan secara lengkap memori banding.  

"Kalau memori tidak ada batasan waktu kapan diberikan, biar satu bulan tidak apa-apa asalkan sudah menyatakan banding satu pekan sesudah putusan. Saya pun belum menerima berkas putusanya lengkap, seharusnya saya terima dulu baru dibuatkan memori banding," beber dia.  

Dikonfirmasi terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa Tabrani saat disampaikan kedua terdakwa mengajukan banding melalui Penasehat Hukumnya, dia menyatakan siap menghadapi banding tersebut dengan melayangkan kontra memori banding bila ingin melanjutkan kasusnya. 

Meski demikian, pihaknya belum menerima informasi dari penasehat hukum dua terdakwa itu yang akan mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi Makassar.  

"Sudah sesuai aturannya dan itu hak terdakwa yang memang diberikan kesempatan untuk melakukan upaya hukum lain atas putusan majelis hakim," sebutnya.  

Sebelumnya, dua terdakwa ini diketahui merupakan pelaku pembakaran satu keluarga dengan secara sengaja membunuh enam orang di jalan Tinumbu lorong 166B, Kecamatan Tallo, Makassar pada 6 Agustus 2018 lalu .

Enam orang dalam rumah itu yakni Ahmad Fahri, alias Desta, H Sanusi (kakek) Bondeng (nenek) dan sepupunya, Musdalifah, Namira, dan Hijas. Mereka meninggal karena hangus terbakar.

Kasus pembunuhan ini bermula ketika korban Ahmad Fahri alias Desta diketahui memiliki utang hasil penjualan narkoba jenis Sabu sebesar Rp29 juta kepada kartel narkoba Akbar Daeng Ampuh kala itu mendekam di Lapas Gunungsari Makassar. 

Akbar (almarhum) kemudian memerintahkan anak buahnya menagih utang kepada korban, namun korban terus mengelak dan terus menghindar. Desta mencoba bersembunyi di rumah neneknya bernama H Sanusi untuk mencari aman  dari  orang suruhan Akbar Ampuh dan bersiap ke Kendari.

Namun sayangnya dia ketahuan, hingga akhirnya kedua terdakwa mendatangi rumah kakek korban. Karena geram korban tidak kunjung keluar, dan kedua terdakwa ini dibawa pengaruh narkoba dan alkohol langsung menyiram bensin ke rumah korban hingga rumah naas itu hangus terbakar bersama enam orang di dalamnya. 

Polisi berhasil menangkap pelaku berjumlah enam orang. Tiga orang awalnya ditangkap karena dituduh mengeroyok korban Desta sebelum kejadian pembakaran, namun belakangan tiga orang yang ditetapkan tersangka berubah status menjadi saksi.

Sementara otak pelaku pembakaran Akbar Daeng Ampuh yang mendekam di Lapas Makassar sementara dalam proses hukum dikabarkan bunuh diri dengan alasan sedang stres. Meski demikian kabar kematiannya pun menjadi misteri, sementara dua pelaku ini kemudian menjadi terdakwa dan akhirnya divonis hukuman mati.

Proses hukum dalam kasus ini cukup lama hingga beberapa kali harus ditunda untuk meminta petunjuk Mahkamah Agung tentang vonis yang akan dijatuhkan. Proses hukum pada kasus ini memakan waktu 9 bulan.  


Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024