Mamuju (ANTARA) - Aliansi masyarakat untuk keadilan (Amuk) bahari melakukan unjuk rasa di Kantor DPRD Sulbar untuk meminta agar Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dievaluasi pemerintah.

Puluhan masyarakat dan pemuda yang tergabung dalam AMUK di Provinsi Sulawesi Barat melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sulbar, Selasa.

Massa tersebut meminta agar pemerintah mengevaluasi seluruh Perda Zonasi RZWP3K yang telah disahkan di 21 Provinsi dan membatalkan seluruhnya karena di dalam perda tersebut dianggap banyak pasal yang melegitimasi perampasan ruang hidup masyarakat pesisir.

Sebanyak 21 provinsi di Indonesia telah menerbitkan perda RZWP3K yang melegitimasi berbagai perampasan laut, mulai dari industri ekstraktif dan eksploitatif hingga perampasan ruang hidup masyarakat bahari Indonesia.

"Hal ini diperparah lagi dengan tertutupnya peluang peran serta masyarakat dalam proses pembahasan rancangan peraturan yang ada," kata Suyuti koordinator Amuk.

Ia mengatakan, perampasan ruang hidup berupa proyek reklamasi, penambangan pasir dan migas, industri pariwisata berbasis utang, konservasi berbasis utang, perkebunan kelapa sawit, dan penambangan infrastruktur untuk pelabuhan serta industri maritim, yang tertuang di dalam Perda tersebut mesti dikeluarkan," katanya.

Ia meminta, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan rencana zonasi baik yang sudah di tetapkan maupun dalam proses penyusunan, khususnya yang memuat proyek esktraktif dan eksploitatif yang dapat menyebabkan masyarakat bahari kehilangan ruang hidupnya.

"Kami minta Menteri Kelautan dan Perikanan untuk tidak menerbitkan sekaligus mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil yang merampas ruang hidup masyarakat bahari, karena menyebabkan terampasnya ruang hidup masyarakat bahari," kata Suyuti.

Menurut dia, Putusan ini telah memberikan rambu-rambu penting dalam menata tata ruang kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil ,yang menempatkan masyarakat pesisir sebagai aktor utama.

"Bersihkan pesisir ,laut ,dan pulau-pulau kecil dari seluruh proyek yang bersifat ekstraktif dan ekspolitatif serta jalankan mandat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidayaan, dan petambak garam, dengan cara menyediakan skema perlindungan dan pemberdayaan dalam aturan turunannya baik peraturan dan atau keputusan presiden, peraturan dan atau keputusan menteri, sampai dengan peraturan daerah.

"Berikan pengakuan politik kepada perempuan nelayan atas jasa dan kontribusi mereka dalam perekonomian keluarga nelayan di Indonesia, seluruh tuntutan kami harap diperhatikan pemerintah pusat," katanya.

Usai melakukan aksinya massa Amuk membubarkan diri dengan tertib di bawah pengawalan aparat kepolisian.

Pewarta : M.Faisal Hanapi
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024