Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan koordinasi bersama Komisi Yudisial (KY) dalam upaya lanjutan penyelidikan kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kami mendukung KPK berkoordinasi dengan KY, manakala KY memiliki informasi yang menguatkan pelanggaran etik atau malah justru melihat ini sebagai sebuah tindak pidana," kata peneliti ICW Divisi Politik dan Korupsi, Donal Fariz, di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu.
Menurutnya, kolaborasi antara KPK dan KY dapat mengungkap latar belakang kasus yang sudah berjalan selama kurang lebih 15 tahun ini.
"Kolaborasi antara dua lembaga negara ini diharapkan agar kemudian kotak pandora kasus ini, latar belakang kasus ini bisa diungkap," kata Donal.
"Sepanjang tidak ada persoalan, menurut saya tidak ada masalah juga. Tapi ketika latar belakang ketiga putusan berbeda ini dilatarbelakangi hal, sesuatu, baik secara etik maupun pidana, menurut saya proses hukum, proses etik harus terus berjalan," ujarnya pula.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil pada Selasa (23/7) telah melaporkan dua hakim yang menangani putusan kasasi mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung ke Komisi Yudisial (KY).
Selain itu, koalisi tersebut juga meminta agar KY segera memanggil dan memeriksa dua hakim tersebut agar bisa ditelusuri lebih lanjut tentang dugaan pelanggaran saat menjatuhkan putusan kasasi itu.
Sebelumnya, pada 9 Juli 2019, majelis kasasi pada Mahkamah Agung memutuskan Syafruddin tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dikeluarkan dari tahanan alias bebas.
Ketua majelis kasasi Salman Luthan menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tinggi DKI yang menjatuhkan vonis bersalah pada terdakwa karena terbukti melakukan korupsi.
Sedangkan hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan perdata, dan hakim anggota M Askin mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan administrasi.
"Kami mendukung KPK berkoordinasi dengan KY, manakala KY memiliki informasi yang menguatkan pelanggaran etik atau malah justru melihat ini sebagai sebuah tindak pidana," kata peneliti ICW Divisi Politik dan Korupsi, Donal Fariz, di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu.
Menurutnya, kolaborasi antara KPK dan KY dapat mengungkap latar belakang kasus yang sudah berjalan selama kurang lebih 15 tahun ini.
"Kolaborasi antara dua lembaga negara ini diharapkan agar kemudian kotak pandora kasus ini, latar belakang kasus ini bisa diungkap," kata Donal.
"Sepanjang tidak ada persoalan, menurut saya tidak ada masalah juga. Tapi ketika latar belakang ketiga putusan berbeda ini dilatarbelakangi hal, sesuatu, baik secara etik maupun pidana, menurut saya proses hukum, proses etik harus terus berjalan," ujarnya pula.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil pada Selasa (23/7) telah melaporkan dua hakim yang menangani putusan kasasi mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung ke Komisi Yudisial (KY).
Selain itu, koalisi tersebut juga meminta agar KY segera memanggil dan memeriksa dua hakim tersebut agar bisa ditelusuri lebih lanjut tentang dugaan pelanggaran saat menjatuhkan putusan kasasi itu.
Sebelumnya, pada 9 Juli 2019, majelis kasasi pada Mahkamah Agung memutuskan Syafruddin tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dikeluarkan dari tahanan alias bebas.
Ketua majelis kasasi Salman Luthan menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tinggi DKI yang menjatuhkan vonis bersalah pada terdakwa karena terbukti melakukan korupsi.
Sedangkan hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan perdata, dan hakim anggota M Askin mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan administrasi.