Samarinda (ANTARA) - Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada triwulan II 2019 mengalami pertumbuhan ekonomi 5,43 persen (yoy), turun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,46 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan II tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,05 persen (yoy)," kata Kepala Perwakilan Bank Indonsia (BI) Provinsi Kaltim Tutuk SH Cahyono di Samarinda, Jumat.

Kinerja lapangan usaha utama yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan II adalah pertambangan dan industri pengolahan. Keduanya tumbuh lebih tinggi ketimbang periode sebelumnya.

Akselerasi lapangan usaha pertambangan dipengaruhi oleh faktor pasokan dan permintaan. Cuaca pada paruh pertama 2019 yang lebih kering memberikan dukungan bagi peningkatan produksi di open pit batu bara.

Sedangkan di sisi permintaan, peningkatan permintaan batu bara yang cukup tinggi dari China mampu mendorong kinerja ekspor Kaltim.

Peningkatan permintaan batu bara tersebut sejalan dengan aksi frontloading importer batu bara dari Tiongkok, menyusul rencana kebijakan restriksi impor oleh Pemerintah China.

Sementara itu, lanjut dia, akselerasi kinerja lapangan usaha industri pengolahan bersumber dari beroperasinya kembali secara normal kilang minyak di Balikpapan, setelah adanya perawatan rutin di triwulan sebelumnya.

Di sisi industri pengolahan nonmigas, kinerja industri minyak kelapa sawit (CPO) terus membaik yang didorong oleh optimalisasi penggunaan B20, termasuk upaya pengembangan B30 serta permintaan dari eksternal yang cukup tinggi.

Namun ia memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2019 Provinsi Kaltim mengalami perlambatan, yakni tetap tumbuh positif namun lebih rendah ketimbang triwulan II yang tumbuh 5,43 persen.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kaltim akibat permintaan eksternal untuk komoditas batu bara yang mulai menurun, padahal pendongkrak utama ekonomi Kaltim adalah batu bara.

Pemerintah China, lanjut dia, mulai menerapkan restriksi impor per Juli 2019 untuk menjaga target impor batu bara sesuai target akhir tahun 2019.

“Langkah ini juga diambil untuk mendukung penjualan batu bara domestik Tiongkok yang mulai kehilangan daya saingnya karena harga di pasar internasional terus turun,” ucap Tutuk. 


Pewarta : M.Ghofar
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024