Pontianak (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan pihaknya akan mendorong agar kratom yang dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.
"Dari FGD ini, kita mengetahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau Kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat regulasinya," kata Sutarmidji usai menghadiri FGD tentang Kratom yang dilaksanakan oleh BNN di Pontianak, Selasa.
Namun, lanjutnya, karena di dalam Kratom juga memiliki zat yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola secara farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran.
Menurutnya, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar aturan yang berlaku.
"Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun 2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat peredaran kratom benar-benar dilarang nanti," tuturnya.
Sementara itu, Kepala BNN Pusat, Komisaris Jenderal Polisi Drs Heru Winarko dalam FGD tentang kratom yang dilaksanakan oleh pihaknya di Pontianak, menyatakan dengan tegas bahwa Kratom masuk kategori golongan 1 di dalam narkotika.
Untuk itu, pihaknya juga sudah menyurati sejumlah kementerian dan badan terkait penetapan pihaknya tersebut. Dalam sikap itu, BNN memasukkan Kratom dalam daftar yang dilarang untuk digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.
"Kenapa ini kita lakukan, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Asep dari ITB, menegaskan bahwa efek yang ditimbulkan Kratom 13 kali kekuatannya dari morfin. Jika ini tidak kita antisipasi, jelas bisa disalahgunakan," katanya.
Apa yang dilakukan BNN, lanjutnya semata-mata untuk melindungi generasi bangsa ini dari bahaya narkotika, karena semakin hari semakin banyak jenis narkotika baru yang beredar di tengah masyarakat dan mengancam masa depan generasi bangsa ini.
"Dari FGD ini, kita mengetahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau Kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat regulasinya," kata Sutarmidji usai menghadiri FGD tentang Kratom yang dilaksanakan oleh BNN di Pontianak, Selasa.
Namun, lanjutnya, karena di dalam Kratom juga memiliki zat yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola secara farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran.
Menurutnya, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar aturan yang berlaku.
"Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun 2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat peredaran kratom benar-benar dilarang nanti," tuturnya.
Sementara itu, Kepala BNN Pusat, Komisaris Jenderal Polisi Drs Heru Winarko dalam FGD tentang kratom yang dilaksanakan oleh pihaknya di Pontianak, menyatakan dengan tegas bahwa Kratom masuk kategori golongan 1 di dalam narkotika.
Untuk itu, pihaknya juga sudah menyurati sejumlah kementerian dan badan terkait penetapan pihaknya tersebut. Dalam sikap itu, BNN memasukkan Kratom dalam daftar yang dilarang untuk digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.
"Kenapa ini kita lakukan, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Asep dari ITB, menegaskan bahwa efek yang ditimbulkan Kratom 13 kali kekuatannya dari morfin. Jika ini tidak kita antisipasi, jelas bisa disalahgunakan," katanya.
Apa yang dilakukan BNN, lanjutnya semata-mata untuk melindungi generasi bangsa ini dari bahaya narkotika, karena semakin hari semakin banyak jenis narkotika baru yang beredar di tengah masyarakat dan mengancam masa depan generasi bangsa ini.