Makassar (ANTARA News) - Manajemen perusahaan Taksi Putra di Makassar dituding merampas paksa kendaraan dengan cara premanisme dan memanfaatkan aparat kepolisian untuk melakukan penarikan paksa kendaraan milik sopir Taksi Putra.

Ketua Federasi Transportasi Angkutan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FTA SBSI) Taksi Putra, Baharuddin S di Makassar, Minggu, mengaku kecewa dengan sikap manajemen Taksi Putra yang menarik paksa kendaraan yang sepenuhnya sudah menjadi hak milik sopir.

"Beberapa preman mereka gunakan untuk menarik paksa kendaraan teman-teman. Hari ini saja (16/5) ada beberapa unit taksi milik sopir yang kaca depannya dipecahkan oleh sekawanan preman," kesalnya.

Sekjen Komunitas Peduli Permasalahan Sosial (Kompleks) Makassar, Ruslan Rahman yang mendampingi serikat buruh taksi putra mengaku menyayangkan tindakan perusahaan yang menggunakan cara-cara yang tidak elegan dalam upaya penyelesaian kasus perjanjian kredit kendaraan antara PT Putra Transpor Nusantara dan pihak sopir.

"Perampasan taksi dengan menggunakan cara premanisme ini jelas sudah keterlaluan. Yang jelas permasalahan ini akan kami sikapi dengan menghubungi pihak-pihak terkait lainnya termasuk media," ucapnya.

Selain itu, dia juga mengeluhkan sikap perusahaan yang memberikan laporan fiktif ke Polresta Makassar Timur dan Polsekta Rappocini mengenai dugaan penipuan dan penggelapan kendaraan yang dilakukan para sopir. 

"Ada dugaan modus ini hanya akal-akalan pihak manajemen untuk menggunakan jasa polisi menarik paksa kendaraan milik sopir," keluhnya.

Menyikapi hal tersebut, lanjutnya, pihaknya telah melaporkan pihak perusahaan telah melakukan pencemaran nama baik dengan membuat laporan yang mengada-ada ke pihak yang berwajib dan mempertanyakan laporan pihak perusahaan yang tidak sesuai dengan prosedur yang sebenarnya.

"Jelas kami mempertanyakan upaya perusahaan, karena pihak yang melapor itu hanya staf biasa dan petugas satpam (security). Staf yang bernama Haris Rini melapor ke Polresta Makasar Timur sedangkan satpam perusahaan yang bernama Djafar melapor ke Polsekta Rappocini," ucapnya.

Dia menambahkan, sikap perampasan paksa pihak manajemen Taksi Putra ini bermula dari tuntutan puluhan sopir taksi yang merasa hak mereka dikebiri oleh pihak perusahaan karena adanya beberapa item aturan perusahaan yang dinilai tidak rasional dan sangat membebani para sopir.

"Setiap hari para sopir harus membayar uang cuci mobil sebesar Rp5.000/hari, walaupun mobil tidak dicuci. Perawatan service dibebankan kepada sopir dan penggantian spare part harus dibeli dengan sangat mahal dari harga normal. Begitupun saat cicilan telah lunas, sopir tidak diberikan bukti kepemilikan kendaraan dengan alasan yang tidak jelas," keluhnya.

Masih banyak aturan yang dikeluarkan perusahaan yang memberatkan para sopir seperti adanya dugaan rekayasa laporan keuangan perusahaan kepada para sopir, karena adanya dua laporan perusahaan yang berbeda.

"Jelas laporan keuangan sopir direkayasa. Laporan keuangan manajemen di Makassar ke perusahaan di Jakarta adanya pemasukan dari para sopir, sementara laporan yang diterima para sopir bahwa mereka dikenakan beban utang," keluhnya.

Menurut dia, hasil kesepakatan rapat dengar pendapat di Komisi B DPRD Makassar telah menyarankan kepada manjemen Putra Taxi menyelesaian permasalahanya dengan para sopir secara internal persuasif serta mengusulkan adanya tim audit publik untuk mengaudit manajemen perusahaan agar neraca keuangan tidak merugikan pihak sopir dengan adanya tudingan manajemen ganda.

"Rekomendasi dewan ini jelas tidak didengarkan oleh pihak perusahaan, sebab cara-cara yang mereka gunakan sudah diluar prosedur hukum," ujarnya. (T.KR-HK/F003)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024