Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca (TMC) menunjukkan teknologi berguna untuk mengurangi dampak bencana seperti banjir akibat curah hujan yang tinggi dan terus-menerus.
"Bencana adalah sesuatu yang harus kita hadapi dan kita harus upayakan teknologi bisa memitigasi dampak dan bisa mengurangi dampak dari gejala tersebut," kata Bambang dalam acara peluncuran operasi Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mereduksi curah hujan sebagai penanggulangan banjir Jabodetabek di Gedung BPPT di Jakarta, Jumat.
Operasi TMC dapat membuat hujan turun ke wilayah yang aman dan jauh dari permukiman penduduk atau sebelum awan memasuki kawasan padat penduduk Jabodetabek seperti di wilayah Selat Sunda atau Laut Jawa.
Menurut Bambang, semua orang Indonesia harus menyadari bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan risiko bencana yang tinggi sehingga harus mampu beradaptasi dan bisa hidup menjalankan kegiatan sehari-hari dan ekonomi berjalan tanpa hambatan meskipun daerah tempat tinggal adalah daerah yang rawan bencana.
Selalu ada potensi bencana terkait hidrometeorologis baik di musim kemarau maupun hujan di Indonesia seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir dan longsor. Untuk itu, kesiapsiagaan harus selalu dibangun dan diperkuat.
Ancaman bencana lain yang perlu diperhatikan adalah gempa dan tsunami. Untuk itu, Kementerian Riset dan Teknologi melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia fokus kepada tsunami early warning system sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana tsunami.
Buoy untuk peringatan dini tsunami telah dipasang di beberapa titik, yakni dua titik di Jawa bagian selatan, saru titik di Bali bagian Selatan, satu titik di anak Gunung Krakatau. Diharapkan dari pemasangan buoy tersebut, diperoleh informasi lebih akurat dan cepat terkait ancaman tsunami.
"Inilah saatnya di mana teknologi tidak hanya bicara untuk pertumbuhan ekonomi tapi teknologi juga akan kami kembangkan untuk bisa membantu masyarakat Indonesia berhadapan dengan isu bencana baik dari mitigasi, dari pencegahan maupun sampai pada upaya untuk mengatasi bencana itu sendiri," ujarnya.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan operasi TMC menjadi upaya meminimalisir dampak bencana banjir di Jabodetabek, yakni dengan melakukan redistribusi curah hujan, sehingga intensitas hujan yang turun di wilayah Jabodetabek akan berkurang.
"Aplikasi TMC dapat dimanfaatkan dengan tujuan mengurangi intensitas curah hujan di wilayah Jabodetabek. Dengan demikian risiko terjadinya banjir yang berpotensi meluas dapat diredam," kata Hammam.
Hujan disemai menggunakan Natrium Klorida (NaCl) yang diangkut dan ditebarkan ke bibit awan menggunakan pesawat Casa 212-200 dan CN-295 milik TNI AU dari Skuadron Udara 2 Halim Perdanakusuma dan Skuadron Udara 4 Abdurrachman Saleh di Malang.
Selain mereduksi dan meredistribusi curah hujan untuk menanggulangi masalah banjir, TMC juga dimanfaatkan untuk operasi penanggulangan bencana lainnya seperti pemadaman kebakaran hutan dan lahan, pembasahan lahan gambut, pengisian waduk atau embung, hingga meningkatkan elevasi sungai untuk irigasi sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian.
Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengurangi curah hujan di wilayah Jabodetabek telah dimulai Jumat (3/1) dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, dengan melakukan tiga sorti penerbangan yang membawa bahan semai untuk menyemai awan.
Kapusdatinkom Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan sorti pertama menyemai awan di laut di sebelah utara Jakarta. Sorti kedua menyemai awan di wilayah Banten bagian barat. Sorti ketiga menyemai awan di selatan wilayah Jakarta yaitu di Taman Nasional Gunung Halimun.
"TMC bertujuan untuk menurunkan potensi awan hujan menjadi hujan sebelum masuk ke wilayah Jabodetabek. Awan hujan disemai dengan garam NaCl sehingga menggumpal menjadi berat dan turun menjadi hujan," ujar Agus dalam keterangan tertulis.*
"Bencana adalah sesuatu yang harus kita hadapi dan kita harus upayakan teknologi bisa memitigasi dampak dan bisa mengurangi dampak dari gejala tersebut," kata Bambang dalam acara peluncuran operasi Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mereduksi curah hujan sebagai penanggulangan banjir Jabodetabek di Gedung BPPT di Jakarta, Jumat.
Operasi TMC dapat membuat hujan turun ke wilayah yang aman dan jauh dari permukiman penduduk atau sebelum awan memasuki kawasan padat penduduk Jabodetabek seperti di wilayah Selat Sunda atau Laut Jawa.
Menurut Bambang, semua orang Indonesia harus menyadari bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan risiko bencana yang tinggi sehingga harus mampu beradaptasi dan bisa hidup menjalankan kegiatan sehari-hari dan ekonomi berjalan tanpa hambatan meskipun daerah tempat tinggal adalah daerah yang rawan bencana.
Selalu ada potensi bencana terkait hidrometeorologis baik di musim kemarau maupun hujan di Indonesia seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir dan longsor. Untuk itu, kesiapsiagaan harus selalu dibangun dan diperkuat.
Ancaman bencana lain yang perlu diperhatikan adalah gempa dan tsunami. Untuk itu, Kementerian Riset dan Teknologi melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia fokus kepada tsunami early warning system sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana tsunami.
Buoy untuk peringatan dini tsunami telah dipasang di beberapa titik, yakni dua titik di Jawa bagian selatan, saru titik di Bali bagian Selatan, satu titik di anak Gunung Krakatau. Diharapkan dari pemasangan buoy tersebut, diperoleh informasi lebih akurat dan cepat terkait ancaman tsunami.
"Inilah saatnya di mana teknologi tidak hanya bicara untuk pertumbuhan ekonomi tapi teknologi juga akan kami kembangkan untuk bisa membantu masyarakat Indonesia berhadapan dengan isu bencana baik dari mitigasi, dari pencegahan maupun sampai pada upaya untuk mengatasi bencana itu sendiri," ujarnya.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan operasi TMC menjadi upaya meminimalisir dampak bencana banjir di Jabodetabek, yakni dengan melakukan redistribusi curah hujan, sehingga intensitas hujan yang turun di wilayah Jabodetabek akan berkurang.
"Aplikasi TMC dapat dimanfaatkan dengan tujuan mengurangi intensitas curah hujan di wilayah Jabodetabek. Dengan demikian risiko terjadinya banjir yang berpotensi meluas dapat diredam," kata Hammam.
Hujan disemai menggunakan Natrium Klorida (NaCl) yang diangkut dan ditebarkan ke bibit awan menggunakan pesawat Casa 212-200 dan CN-295 milik TNI AU dari Skuadron Udara 2 Halim Perdanakusuma dan Skuadron Udara 4 Abdurrachman Saleh di Malang.
Selain mereduksi dan meredistribusi curah hujan untuk menanggulangi masalah banjir, TMC juga dimanfaatkan untuk operasi penanggulangan bencana lainnya seperti pemadaman kebakaran hutan dan lahan, pembasahan lahan gambut, pengisian waduk atau embung, hingga meningkatkan elevasi sungai untuk irigasi sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian.
Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengurangi curah hujan di wilayah Jabodetabek telah dimulai Jumat (3/1) dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, dengan melakukan tiga sorti penerbangan yang membawa bahan semai untuk menyemai awan.
Kapusdatinkom Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan sorti pertama menyemai awan di laut di sebelah utara Jakarta. Sorti kedua menyemai awan di wilayah Banten bagian barat. Sorti ketiga menyemai awan di selatan wilayah Jakarta yaitu di Taman Nasional Gunung Halimun.
"TMC bertujuan untuk menurunkan potensi awan hujan menjadi hujan sebelum masuk ke wilayah Jabodetabek. Awan hujan disemai dengan garam NaCl sehingga menggumpal menjadi berat dan turun menjadi hujan," ujar Agus dalam keterangan tertulis.*