oleh Syarifuddin May
Parepare (ANTARA Sulsel) - Nasib sejumlah penumpang KM Teratai Prima yang tenggelam di Perairan Majene provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) pada Minggu dini hari (11/1) hingga kini belum diketahui nasibnya.
Ombak setinggi dua hingga tiga meter di Selat Makassar, khususnya di sekitar perairan Majene menyulitkan tim pencari dan penolong (Search and Rescue/SAR) melakukan pencarian korban yang hingga saat ini jumlah mencapai 215 orang dari 250 Orang yang tercatat dalam daftar surat jalan penumpang (manifes).
Jumlah korban yang ditemukan selamat hingga kini baru 34 orang dan satu orang meninggal dunia, sementara nasib penumpang lainnya belum diketahui, termasuk penumpang resmi yang memiliki tiket, tetapi tidak tercatat dalam daftar manifes.
Suasana sedih, haru penuh duka menyelimuti keluarga korban di pos komando (posko) penanggulangan kecelakaan laut KM Teratai Prima di pelabuhan Nusantara Cappa Ujung Parepare sejak peristiwa itu terjadi.
Dermaga pelabuhan Cappa Ujung sejak Minggu dipadati warga yang ingin mendapatkan informasi tentang nasib keluarga mereka yang ikut dalam KM Teratai Prima dalam pelayaran dari Parepare menuju Samarinda Kaltim.
M. Ali, warga Sambungjawa Makassar, hanya duduk termenung dan meneteskan air mata mengenang nasib putranya, M. Ilham, yang hingga kini belum diketahui nasibnya.
Ali memastikan bahwa putra sulung itu ikut sebagai penumpang KM Teratai Prima ke Samarinda untuk mencari pekerjaan. Ia berangkat dari rumahnya di jalan Baji Ampe Makassar membeli tiket dan tercatat sebagai penumpang resmi, namun tidak masuk dalam manifes.
"Saya akan tetap berada di posko hingga ada informasi mengenai nasib anak saya, apakah selamat atau pun meninggal, ujar Ali, sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Kesedihan Ali, juga dialami ratusan keluarga penumpang KM Teratai Prima lainnya yang tetap sabar menanti keselamatan keluarga mereka.
Sementara itu, Hanta menuturkan, nasib putra ketiganya, Anto, hingga kini juga belum diketahui nasibnya. warga desa Ulu Saddang kecamatan Lembang Bakaru kabupaten Pinrang ini datang ke Posko bersama istrinya untuk mengetahui nasib putranya.
Anto (23 tahun) yang tamatan sekolah dasar berangkat ke Samarinda untuk mengadu nasib, mencari pekerjaan.
"Saya memang kurang setuju ia meninggalkan keluarga, tetapi karena putranya itu punya kemauan keras untuk membantu ekonomi keluarga di kampung, maka akhirnya kami setuju ia berangkat, "kata Hanta, yang tinggal di desa terpencil di kaki bukit Ulu Saddang.
Keprihatinan
Menteri Perhubungan (Menhub), Djusman Syafii Djamal, menyatakan bahwa sangat prihatin atas terjadinya musibah kecelakaan laut yang menimpa KM Teratai Prima dalam pelayaran dari Pelabuhan Nusantara Cappa Ujung Parepare, Sulsel, menuju Samarinda, Kaltim.
"Musibah ini mendapat perhatian khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena setelah mengetahui peristiwa karamnya KM Teratai Prima saya langsung mendapat perintah berkunjung ke posko penanggulangan korban di Parepare dan bertemu dengan keluarga korban, " ujar Djusman didampingi Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Wagub Sulsel), Agus Arifin Nu`mang, dan Walikota Parapare, Zain Katoe, Senin (12/1) malam.
Kepada keluarga korban, Menhub meminta, tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Tim penanggulangan korban KLM Teratai Prima akan bekerja maksimal untuk menemukan para penumpang.
Tim Badan SAR Nasional dibantu tim SAR penanggulangan gabungan dari TNI Angkatan Laut (AL), polri, TNI Angkatan Darat (AD), KPLP, yang didukung pesawat TNI AU terus melakukan pencarian di perairan Majene dan sekitarnya.
Nakhoda KM Teratai Prima, Sabir, dalam dialog singkat dengan Menhub menuturkan bahwa setelah menempuh pelayaran beberapa mil laut, selepas dari pelabuhan Cappa Ujung Parepare dan saat merada di perairan Majene, kapal di hantam badai.
"Angin kencang disertai ombak besar setinggi tiga meter menghantam kapal dan hanya dalam hitungan sekitar lima menit kapal langsung terbenam ke dasar laut, sehingga penumpang tidak bisa menyelamatkan diri, "ujar Sabir, yang kini diamankan di Kepolisian Wilayah (Polwil) Parepare.
Kapal naas itu berlayar menuju Samarinda dari Parapare, membawa puluhan ton barang muatan dan ratusan penumpang. Jumlah penumpang yang tercatat dalam manifes 250 orang, namun diduga puluhan penumpang resmi yang juga memiliki tiket tidak tercatat dalam manifes.
Hingga Selasa, sedikit-dikitnya ada 90 orang yang datang menanyakan nasib keluarganya yang ikut dalam kapal nahas itu, namun setelah petugas Posko mengecek dalam daftar manives, nama penumpang (keluarga) mereka tidak tercatat dalam manifes, ujar penangungjawab posko, Thomas Luter. (T. S016)
Parepare (ANTARA Sulsel) - Nasib sejumlah penumpang KM Teratai Prima yang tenggelam di Perairan Majene provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) pada Minggu dini hari (11/1) hingga kini belum diketahui nasibnya.
Ombak setinggi dua hingga tiga meter di Selat Makassar, khususnya di sekitar perairan Majene menyulitkan tim pencari dan penolong (Search and Rescue/SAR) melakukan pencarian korban yang hingga saat ini jumlah mencapai 215 orang dari 250 Orang yang tercatat dalam daftar surat jalan penumpang (manifes).
Jumlah korban yang ditemukan selamat hingga kini baru 34 orang dan satu orang meninggal dunia, sementara nasib penumpang lainnya belum diketahui, termasuk penumpang resmi yang memiliki tiket, tetapi tidak tercatat dalam daftar manifes.
Suasana sedih, haru penuh duka menyelimuti keluarga korban di pos komando (posko) penanggulangan kecelakaan laut KM Teratai Prima di pelabuhan Nusantara Cappa Ujung Parepare sejak peristiwa itu terjadi.
Dermaga pelabuhan Cappa Ujung sejak Minggu dipadati warga yang ingin mendapatkan informasi tentang nasib keluarga mereka yang ikut dalam KM Teratai Prima dalam pelayaran dari Parepare menuju Samarinda Kaltim.
M. Ali, warga Sambungjawa Makassar, hanya duduk termenung dan meneteskan air mata mengenang nasib putranya, M. Ilham, yang hingga kini belum diketahui nasibnya.
Ali memastikan bahwa putra sulung itu ikut sebagai penumpang KM Teratai Prima ke Samarinda untuk mencari pekerjaan. Ia berangkat dari rumahnya di jalan Baji Ampe Makassar membeli tiket dan tercatat sebagai penumpang resmi, namun tidak masuk dalam manifes.
"Saya akan tetap berada di posko hingga ada informasi mengenai nasib anak saya, apakah selamat atau pun meninggal, ujar Ali, sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Kesedihan Ali, juga dialami ratusan keluarga penumpang KM Teratai Prima lainnya yang tetap sabar menanti keselamatan keluarga mereka.
Sementara itu, Hanta menuturkan, nasib putra ketiganya, Anto, hingga kini juga belum diketahui nasibnya. warga desa Ulu Saddang kecamatan Lembang Bakaru kabupaten Pinrang ini datang ke Posko bersama istrinya untuk mengetahui nasib putranya.
Anto (23 tahun) yang tamatan sekolah dasar berangkat ke Samarinda untuk mengadu nasib, mencari pekerjaan.
"Saya memang kurang setuju ia meninggalkan keluarga, tetapi karena putranya itu punya kemauan keras untuk membantu ekonomi keluarga di kampung, maka akhirnya kami setuju ia berangkat, "kata Hanta, yang tinggal di desa terpencil di kaki bukit Ulu Saddang.
Keprihatinan
Menteri Perhubungan (Menhub), Djusman Syafii Djamal, menyatakan bahwa sangat prihatin atas terjadinya musibah kecelakaan laut yang menimpa KM Teratai Prima dalam pelayaran dari Pelabuhan Nusantara Cappa Ujung Parepare, Sulsel, menuju Samarinda, Kaltim.
"Musibah ini mendapat perhatian khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena setelah mengetahui peristiwa karamnya KM Teratai Prima saya langsung mendapat perintah berkunjung ke posko penanggulangan korban di Parepare dan bertemu dengan keluarga korban, " ujar Djusman didampingi Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Wagub Sulsel), Agus Arifin Nu`mang, dan Walikota Parapare, Zain Katoe, Senin (12/1) malam.
Kepada keluarga korban, Menhub meminta, tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Tim penanggulangan korban KLM Teratai Prima akan bekerja maksimal untuk menemukan para penumpang.
Tim Badan SAR Nasional dibantu tim SAR penanggulangan gabungan dari TNI Angkatan Laut (AL), polri, TNI Angkatan Darat (AD), KPLP, yang didukung pesawat TNI AU terus melakukan pencarian di perairan Majene dan sekitarnya.
Nakhoda KM Teratai Prima, Sabir, dalam dialog singkat dengan Menhub menuturkan bahwa setelah menempuh pelayaran beberapa mil laut, selepas dari pelabuhan Cappa Ujung Parepare dan saat merada di perairan Majene, kapal di hantam badai.
"Angin kencang disertai ombak besar setinggi tiga meter menghantam kapal dan hanya dalam hitungan sekitar lima menit kapal langsung terbenam ke dasar laut, sehingga penumpang tidak bisa menyelamatkan diri, "ujar Sabir, yang kini diamankan di Kepolisian Wilayah (Polwil) Parepare.
Kapal naas itu berlayar menuju Samarinda dari Parapare, membawa puluhan ton barang muatan dan ratusan penumpang. Jumlah penumpang yang tercatat dalam manifes 250 orang, namun diduga puluhan penumpang resmi yang juga memiliki tiket tidak tercatat dalam manifes.
Hingga Selasa, sedikit-dikitnya ada 90 orang yang datang menanyakan nasib keluarganya yang ikut dalam kapal nahas itu, namun setelah petugas Posko mengecek dalam daftar manives, nama penumpang (keluarga) mereka tidak tercatat dalam manifes, ujar penangungjawab posko, Thomas Luter. (T. S016)