Mamuju (ANTARA) - Sekretaris Provinsi Sulawesi Barat Muhammad Idris mendorong terciptanya satu data perkebunan kelapa sawit di daerah itu untuk meningkatkan pembangunan perkebunan komoditas tersebut.
"Dalam melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit, tidak terlepas dari berbagai masalah, seperti ketidakjelasan data, yang mana terdapat perbedaan data baik dari Statistik, rilis data KPK, data CSO dan data BIG," kata Muhammad Idris pada workshop tentang kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Sulbar di Mamuju, Jumat.
Kegiatan yang berlangsung di Grand Maleo Hotel Mamuju tersebut diselenggarakan Pemprov Sulbar melalui Dinas Perkebunan bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Sekprov mengatakan perbedaan data tersebut disebabkan ada perbedaan metodologi dan teknologi yang digunakan dalam akuisisi data.
"Kalau kita bicara pengembangan, basisnya ada pada data. Kita tidak boleh bicara 'sustainability' atau berkelanjutan jika tidak tahu ukuran-ukurannya, termasuk berapa luas sebenarnya kawasan perkebunan kita, itu yang tidak akurat," terang Muhammad Idris.
Sekprov berharap, melalui workshop tersebut dapat memvalidasi data perkebunan kelapa sawit, agar benar-benar akurat sehingga tercipta satu data.
Selain data yang belum sinkron lanjutnya, pengembangan sawit juga menghadapi kendala rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit, terdapat lahan sawit dalam kawasan hutan, dan isu penolakan kelapa sawit oleh beberapa negara konsumen karena dianggap tidak ramah lingkungan dan belum memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Upaya pemerintah untuk memperbaiki hal-hal tersebut adalah melalui penerbitan Inpres Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit yang bertujuan meningkatkan pembinaan petani kelapa sawit dan produktivitas perkebunan kelapa sawit," tuturnya.
"Inpres itu ditujukan kepada bupati/wali kota untuk melaksanakan pengumpulan data dan pemetaan seluruh area perkebunan," tambah Muhammad Idris.
Selain itu, telah diterbitkan juga Inpres Nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024 yang ditujukan kepada kementerian/lembaga terkait, gubernur dan bupati.
"Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas perkebunan, penyesuaian status dan legalitas lahan, pemanfaatan energi kelapa sawit sebagai energi baru dan terbarukan serta meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit berkelanjutan," jelas Muhammad Idris.
Kedua instruksi tersebut kata Muhammad Idris, merupakan kebijakan yang saling melengkapi untuk mendukung dan mempercepat pencapaian perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Sulbar Abdul Waris Bestari mengatakan untuk mensinkronkan data perkebunan kelapa sawit, pihaknya bersama Yayasan Kehati akan memastikan berapa sebenarnya luar perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulbar.
"Berapa luas areal perkebunan kelapa sawit harus kami lihat. Mudah-mudahan dengan kolaborasi dengan Yayasan Kehati ini, kami bisa melihat berapa sebenarnya luas perkebunan kelapa sawit yang ada," ujar Abdul Waris.
Terkait aspek pengelolaan budidaya perkebunan kelapa sawit agar tidak terjadi kerusakan lingkungan, Abdul Waris menuturkan, hal tersebut juga harus menjadi perhatian bersama demi keamanan masyarakat Sulbar selaku petani perkebunan kelapa sawit.
"Itu yang harus kita perhatikan, mereka tetap berkebun namun tidak merusak lingkungan dengan melihat bagaimana ketinggian atau kemiringan lahan, misalnya kalau kemiringannya sudah 90 derajat, jangan dilakukan di situ karena pasti akan merusak lingkungan," terang Abdul Waris.
Untuk komoditas lainnya ia berharap, Yayasan Kehati dapat mendorong semua komoditas perkebunan yang ada di Sulbar dapat dikelola secara berkelanjutan seperti kakao, kelapa dan kopi.
"Sebagai tahap awal, Yayasan Kehati hanya bergerak pada pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Kita harap semua komoditas dapat juga dimasukkan oleh Yayasan Kehati," harap Abdul Waris.
Penasihat Senior Yayasan Kehati, Diah Suradiredja mengatakan kegiatan tersebut sebagai momentum untuk melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Sulbar.
"Dukungan yang diberikan Yayasan Kehati ini merupakan bagian dari komitmen kami kepada pemerintah untuk mendorong kelapa sawit berkelanjutan dan implementasi rencana aksi nasional perkebunan kelapa sawit berkelanjutan," kata Diah Suradiredja.
"Dalam melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit, tidak terlepas dari berbagai masalah, seperti ketidakjelasan data, yang mana terdapat perbedaan data baik dari Statistik, rilis data KPK, data CSO dan data BIG," kata Muhammad Idris pada workshop tentang kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Sulbar di Mamuju, Jumat.
Kegiatan yang berlangsung di Grand Maleo Hotel Mamuju tersebut diselenggarakan Pemprov Sulbar melalui Dinas Perkebunan bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Sekprov mengatakan perbedaan data tersebut disebabkan ada perbedaan metodologi dan teknologi yang digunakan dalam akuisisi data.
"Kalau kita bicara pengembangan, basisnya ada pada data. Kita tidak boleh bicara 'sustainability' atau berkelanjutan jika tidak tahu ukuran-ukurannya, termasuk berapa luas sebenarnya kawasan perkebunan kita, itu yang tidak akurat," terang Muhammad Idris.
Sekprov berharap, melalui workshop tersebut dapat memvalidasi data perkebunan kelapa sawit, agar benar-benar akurat sehingga tercipta satu data.
Selain data yang belum sinkron lanjutnya, pengembangan sawit juga menghadapi kendala rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit, terdapat lahan sawit dalam kawasan hutan, dan isu penolakan kelapa sawit oleh beberapa negara konsumen karena dianggap tidak ramah lingkungan dan belum memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Upaya pemerintah untuk memperbaiki hal-hal tersebut adalah melalui penerbitan Inpres Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit yang bertujuan meningkatkan pembinaan petani kelapa sawit dan produktivitas perkebunan kelapa sawit," tuturnya.
"Inpres itu ditujukan kepada bupati/wali kota untuk melaksanakan pengumpulan data dan pemetaan seluruh area perkebunan," tambah Muhammad Idris.
Selain itu, telah diterbitkan juga Inpres Nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024 yang ditujukan kepada kementerian/lembaga terkait, gubernur dan bupati.
"Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas perkebunan, penyesuaian status dan legalitas lahan, pemanfaatan energi kelapa sawit sebagai energi baru dan terbarukan serta meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit berkelanjutan," jelas Muhammad Idris.
Kedua instruksi tersebut kata Muhammad Idris, merupakan kebijakan yang saling melengkapi untuk mendukung dan mempercepat pencapaian perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Sulbar Abdul Waris Bestari mengatakan untuk mensinkronkan data perkebunan kelapa sawit, pihaknya bersama Yayasan Kehati akan memastikan berapa sebenarnya luar perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulbar.
"Berapa luas areal perkebunan kelapa sawit harus kami lihat. Mudah-mudahan dengan kolaborasi dengan Yayasan Kehati ini, kami bisa melihat berapa sebenarnya luas perkebunan kelapa sawit yang ada," ujar Abdul Waris.
Terkait aspek pengelolaan budidaya perkebunan kelapa sawit agar tidak terjadi kerusakan lingkungan, Abdul Waris menuturkan, hal tersebut juga harus menjadi perhatian bersama demi keamanan masyarakat Sulbar selaku petani perkebunan kelapa sawit.
"Itu yang harus kita perhatikan, mereka tetap berkebun namun tidak merusak lingkungan dengan melihat bagaimana ketinggian atau kemiringan lahan, misalnya kalau kemiringannya sudah 90 derajat, jangan dilakukan di situ karena pasti akan merusak lingkungan," terang Abdul Waris.
Untuk komoditas lainnya ia berharap, Yayasan Kehati dapat mendorong semua komoditas perkebunan yang ada di Sulbar dapat dikelola secara berkelanjutan seperti kakao, kelapa dan kopi.
"Sebagai tahap awal, Yayasan Kehati hanya bergerak pada pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Kita harap semua komoditas dapat juga dimasukkan oleh Yayasan Kehati," harap Abdul Waris.
Penasihat Senior Yayasan Kehati, Diah Suradiredja mengatakan kegiatan tersebut sebagai momentum untuk melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Sulbar.
"Dukungan yang diberikan Yayasan Kehati ini merupakan bagian dari komitmen kami kepada pemerintah untuk mendorong kelapa sawit berkelanjutan dan implementasi rencana aksi nasional perkebunan kelapa sawit berkelanjutan," kata Diah Suradiredja.