Makassar (ANTARA) - Pengelola Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Sulawesi Selatan menempuh langkah persuasif melalui pendekatan kepada pemerintah kota dan kabupaten di provinsi itu guna mengatasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Direktur RSKD Dadi Sulsel dr Arman Bausat di Makassar, Jumat, menyampaikan pada Februari mendatang pihaknya akan melakukan konsolidasi guna menangani ODGJ dengan menemui pihak pemerintah daerah, antara lain bupati, kepala Dinas Sosial dan kepala Dinas Kesehatan.

"Kami rencana akan ke kabupaten menghadap ke bupati, Dinsos, dan Dinkes agar pasien jiwa ini yang berasal dari kabupaten masing-masing memiliki jaminan dari pemerintahnya," katanya.

Ia mengatakan jumlah tempat tidur di RSKD Dadi sudah tidak sesuai dengan pasien yang saat ini mendapat perawatan. Kondisi itu terjadi karena sejak dahulu ODGJ yang masuk ke RS tersebut terus ditampung tanpa administrasi yang jelas.

Meski demikian, pihaknya tetap melayani dan menampung pasien tanpa identitas yang jumlahnya mencapai ratusan orang.

Padahal, katanya, proses klaim perawatan dan pengobatan melalui BPJS Kesehatan menuntut identitas lengkap, sedangkan pasien gelandangan tidak diketahui identitas maupun keberadaan keluarganya.

Selama ini, RSKD Dadi melayani pasien dengan subsidi yang memakan biaya cukup besar sehingga rumah sakit selalu defisit.

Sementara itu, katanya, rumah sakit dituntut menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan pengelolaan keuangan harus mandiri.

"Jadi untuk bisa merealisasikan BLUD, ini tidak boleh ditanggung sendiri oleh rumah sakit, dan harus segera dibahas dan dibicarakan dengan pemerintah terkait," katanya.

Sejauh ini, kata Arman, beberapa kabupaten, seperti Bulukumba, telah merespons dengan baik pembicaraan soal jaminan terhadap ODGJ, sedangkan Pemkot Makassar telah mengawali kerja sama terkait hal itu.

"Jadi banyak yang becermin dari Pemerintah Kota Makassar dan juga sudah mulai tertarik kerja sama serupa," katanya.

Pada kesempatan itu, ia juga menjelaskan bahwa setiap individu hakikatnya berpotensi menjadi penderita gangguan jiwa, sedangkan semasa masih ada keluarga atau masih berkecukupan untuk membiayai hidupnya dalam proses perawatan, ODGJ tersebut dipastikan masih mungkin terurus.

Namun, beberapa di antara mereka tanpa keluarga atau sudah tidak mampu lagi dalam hal biaya perawatannya.

Hal itu mengakibatkan bermunculan gelandangan, mereka yang terlantar, dan bahkan berkeliaran di jalanan yang dapat mengganggu lingkungan sekitar atau keamanan suatu daerah.
 

Pewarta : Nur Suhra Wardyah
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024