Makassar (ANTARA) - Ketua Bawaslu Repubulik Indonesia, Abhan menyebut bila ada praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 tentu akan menjadi cikal bakal perilaku korupsi.

"Ada larangan dan ketentuan bahwa pasangan calon itu melakukan dan terbukti 'money politik' bagi yang bersangkutan maka itu sanksinya pidana dan diskualifikasi," sebut dia seusai membuka workshop Penerapan Undang-undang nomor 10 tahun 2016, pasal 71 di hotel Four Poin by Sheraton Makassar, Selasa.

Ia berharap agar praktik politik uang tidak terjadi di Sulsel maupun daerah lain, sebab sanksi yang dijatuhkan cukup tegas apabila nantinya memenuhi unsur, pidana dan digugurkan dari pencalonan.

Menurut dia, Pilkada serentak harus diawali dengan baik, tanpa tercoreng perilaku yang kurang baik, sebab bila praktik politik uang masih berlangsung maka akhirnya bisa muncul perilaku korupsi.

"Pemilihan Pilkada harus diawali tanpa politik uang. Karena kalau diawali dengan jualan politik uang, maka buntutnya akan korupsi gitu kan," ungkap dia.

Bawaslu berharap Pilkada serentak di berbagai daerah termasuk Sulsel, pengawasan bisa lebih diperketat serta mendorong masyarakat untuk menolak pemberian uang dari para calon kepala daerah tersebut.

"Kita bisa berharap di Pilkada ini tidak ada money politik dalam bentuk mahar politik, dari pada Parpol dan money politik kepada pemilih untuk memilih yang bersangkutan," ujarnya.

Saat ditanyakan apakah sejauh ini ada temuan yang terindikasi melakukan praktik itu, kata dia, sampai hari ini belum ada pasangan calon melakukan itu, makanya dari awal lakukan pencegahan.

Sebelumnya, Bawaslu RI melansir pada Pilkada serentak 2018 lalu, ada 35 kasus dugaan politik uang di tingkat provisi dan kabupaten kota. Sulawesi Selatan paling tinggi sebanyak delapan kasus, disusul Sumatera Utara dan Lampung tujuh kasus.

Selanjutnya, Jawa Tengah lima kasus, kemudian laporan dugaan politik uang, masing-masing dua kasus di Sulawesi Barat, Banteng, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung. Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing satu kasus.

 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024