Jakarta (ANTARA) - Kelompok petani dari Desa Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, mengekspor lada putih premium ke China sebanyak 10 kontainer dengan nilai Rp13 miliar di tengah pandemi COVID-19.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menjelaskan ekspor yang dilakukan dari Pelabuhan Makassar menuju Shanghai, China, tersebut menunjukkan sektor perkebunan memiliki peluang bertahan di tengah pandemi COVID-19.
"Pemenuhan ekspor tersebut sebagai bukti bahwa komoditas perkebunan tetap memiliki prospek yang tinggi untuk kebutuhan dunia, terutama negara Tiongkok yang merupakan negara tujuan ekspor utama untuk komoditas perkebunan Indonesia," kata Kasdi di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan data BPS yang diolah Ditjen Perkebunan, hingga 2019, China menempati urutan ke-2 tujuan ekspor lada Indonesia setelah Vietnam.
Volume ekspor lada ke China mencapai 6.689 ton dengan nilai 21,06 juta dolar AS. Sebagian besar lada Indonesia yang diekspor ke China berupa lada putih utuh.
Kasdi mengatakan ekspor lada dari Luwu Timur merupakan bagian dari upaya percepatan produksi komoditas sektor perkebunan.
Melalui program peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), diharapkan pada 2024 ekspor komoditas perkebunan bisa meningkat tiga kali lipat sesuai target Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang telah dicanangkan Kementan.
Untuk peningkatan ekspor komoditas perkebunan dari petani, Kasdi mengakui masih ditemui sejumlah kendala. Fluktuasi harga di pasar internasional, persoalan pembiayaan dan permodalan, serta kualitas produk dan nilai tambah menjadi tantangan yang harus diselesaikan segera.
Untuk itu, Kementan menyediakan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) untuk bantuan permodalan dan pembiayaan. Selain itu, pihaknya juga terus mendorong optimalisasi penanganan pasca panen dan pengolahan dengan penerapan prinsip good handling process (GHP) dan good manufacturing process (GMP) untuk meningkatkan mutu, juga penerapan standardisasi produk.
"Untuk fluktuasi harga bisa kita dorong, dengan cara menekan biaya produksi, dan peningkatan mutu produk yang bernilai tambah seperti lada bubuk," kata Kasdi.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menjelaskan ekspor yang dilakukan dari Pelabuhan Makassar menuju Shanghai, China, tersebut menunjukkan sektor perkebunan memiliki peluang bertahan di tengah pandemi COVID-19.
"Pemenuhan ekspor tersebut sebagai bukti bahwa komoditas perkebunan tetap memiliki prospek yang tinggi untuk kebutuhan dunia, terutama negara Tiongkok yang merupakan negara tujuan ekspor utama untuk komoditas perkebunan Indonesia," kata Kasdi di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan data BPS yang diolah Ditjen Perkebunan, hingga 2019, China menempati urutan ke-2 tujuan ekspor lada Indonesia setelah Vietnam.
Volume ekspor lada ke China mencapai 6.689 ton dengan nilai 21,06 juta dolar AS. Sebagian besar lada Indonesia yang diekspor ke China berupa lada putih utuh.
Kasdi mengatakan ekspor lada dari Luwu Timur merupakan bagian dari upaya percepatan produksi komoditas sektor perkebunan.
Melalui program peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), diharapkan pada 2024 ekspor komoditas perkebunan bisa meningkat tiga kali lipat sesuai target Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang telah dicanangkan Kementan.
Untuk peningkatan ekspor komoditas perkebunan dari petani, Kasdi mengakui masih ditemui sejumlah kendala. Fluktuasi harga di pasar internasional, persoalan pembiayaan dan permodalan, serta kualitas produk dan nilai tambah menjadi tantangan yang harus diselesaikan segera.
Untuk itu, Kementan menyediakan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) untuk bantuan permodalan dan pembiayaan. Selain itu, pihaknya juga terus mendorong optimalisasi penanganan pasca panen dan pengolahan dengan penerapan prinsip good handling process (GHP) dan good manufacturing process (GMP) untuk meningkatkan mutu, juga penerapan standardisasi produk.
"Untuk fluktuasi harga bisa kita dorong, dengan cara menekan biaya produksi, dan peningkatan mutu produk yang bernilai tambah seperti lada bubuk," kata Kasdi.