Makassar (ANTARA) - Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2019 lebih lambat yaitu sebesar 6,48 persen (yoy) karena dipicu oleh kontraksi Lapangan Usaha (LU) pertanian.
"Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV dipicu oleh kontraksi LU pertanian, dan belum terpengaruh COVID-19 karena belum ada kasus," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Bambang Kusmiarso di Makassar, Senin.
Dia mengatakan kontraksi tersebut menarik ke bawah pertumbuhan ekonomi pada 2019, karena pangsanya yang sekitar seperlima ekonomi Sulsel. Dari sisi permintaan, perlambatan konsumsi rumah tangga mendorong perlambatan pertumbuhan, terimbas kontraksi LU pertanian di tengah perbaikan ekspor dan investasi.
Adapun belanja fiskal realisasinya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun secara nominal meningkat.
Sementara dari sisi pengendalian harga, lanjut Bambang, inflasi Sulsel pada triwulan IV tahun 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan III 2019.
Inflasi pada triwulan IV 2019 tercatat sebesar 2,35 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan sasaran inflasi 3,5±1 persen. Kondisi tersebut terutama disumbang oleh kontraksi inflasi" administered prices" sejalan dengan koreksi tarif angkutan udara, sementara inflasi volatile food masih berada di atas 4 persen.
Pencapaian kinerja ekonomi Sulsel dan terkendalinya harga pada triwulan IV 2019 didukung pula oleh sistem keuangan daerah yang stabil. Kegiatan intermediasi perbankan masih tumbuh meskipun melambat sejalan dengan aktivitas konsolidasi korporasi guna memperbaiki kinerja keuangannya, serta konsumsi rumah tangga yang cenderung stagnan.
Sementara aktivitas transaksi tunai dan non tunai, lanjut Bambang, juga mengalami peningkatan di akhir tahun 2019 sejalan dengan aktivitas masyarakat yang lebih tinggi menjelang HBKN Natal dan libur akhir tahun, serta kebijakan terkait SKNBI per 1 September 2019 yang memperbanyak frekuensi kliring disertai penurunan tarif transaksi.
Pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2020 diperkirakan mencapai 6,5 – 6,9 persen (yoy) ditopang oleh akselerasi LU pertanian dan perdagangan.
Khusus pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif stabil, namun net ekspor relatif membaik. Meski tekanan inflasi relatif meningkat, namun masih dalam kisaran sasaran 3±1 persen.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut masih belum mempertimbangkan dampak penyebaran COVID-19. Namun, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan perekonomian dan menempuh respon yang diperlukan sesuai kewenangan.
"Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV dipicu oleh kontraksi LU pertanian, dan belum terpengaruh COVID-19 karena belum ada kasus," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Bambang Kusmiarso di Makassar, Senin.
Dia mengatakan kontraksi tersebut menarik ke bawah pertumbuhan ekonomi pada 2019, karena pangsanya yang sekitar seperlima ekonomi Sulsel. Dari sisi permintaan, perlambatan konsumsi rumah tangga mendorong perlambatan pertumbuhan, terimbas kontraksi LU pertanian di tengah perbaikan ekspor dan investasi.
Adapun belanja fiskal realisasinya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun secara nominal meningkat.
Sementara dari sisi pengendalian harga, lanjut Bambang, inflasi Sulsel pada triwulan IV tahun 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan III 2019.
Inflasi pada triwulan IV 2019 tercatat sebesar 2,35 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan sasaran inflasi 3,5±1 persen. Kondisi tersebut terutama disumbang oleh kontraksi inflasi" administered prices" sejalan dengan koreksi tarif angkutan udara, sementara inflasi volatile food masih berada di atas 4 persen.
Pencapaian kinerja ekonomi Sulsel dan terkendalinya harga pada triwulan IV 2019 didukung pula oleh sistem keuangan daerah yang stabil. Kegiatan intermediasi perbankan masih tumbuh meskipun melambat sejalan dengan aktivitas konsolidasi korporasi guna memperbaiki kinerja keuangannya, serta konsumsi rumah tangga yang cenderung stagnan.
Sementara aktivitas transaksi tunai dan non tunai, lanjut Bambang, juga mengalami peningkatan di akhir tahun 2019 sejalan dengan aktivitas masyarakat yang lebih tinggi menjelang HBKN Natal dan libur akhir tahun, serta kebijakan terkait SKNBI per 1 September 2019 yang memperbanyak frekuensi kliring disertai penurunan tarif transaksi.
Pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2020 diperkirakan mencapai 6,5 – 6,9 persen (yoy) ditopang oleh akselerasi LU pertanian dan perdagangan.
Khusus pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif stabil, namun net ekspor relatif membaik. Meski tekanan inflasi relatif meningkat, namun masih dalam kisaran sasaran 3±1 persen.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut masih belum mempertimbangkan dampak penyebaran COVID-19. Namun, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan perekonomian dan menempuh respon yang diperlukan sesuai kewenangan.