Makassar (ANTARA) - Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel, Thomas Nifinluri mengatakan, rendahnya tingkat reproduksi satwa liar serta tingginya tingkat perburuan liar menjadi faktor utama penurunan populasi satwa liar di alam.

Hal itu dikemukakan Thomas di Makassar, Jumat, menganggapi kondisi satwa liar yang masih ada di wilayah Sulsel.

Dia mengatakan, pemasalahan dan ancaman terhadap berbagai jenis satwa liar tidak hanya menjadi ancaman penurunan populasi dan aspek ekologi sebuah kawasan, namun secara tidak langsung menyebabkan menurunnya tingkat apresiasi masyarakat terhadap satwa, tanpa melihat dan memperhatikan nilai dan peran penting satwa liar di alam sebagai pengatur keseimbangan ekosistem.

Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, di tengah masa pandemi virus corona jenis baru (COVID-19), Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Besar KSDA Sulsel bersama Petugas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung telah melepasliaran satwa liar di Minasa Te’ne, Kabupaten Pangkep dan Karaenta di Kabupaten Maros yang merupakan kawasan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan tetap mengikuti protokol kesehatan standar WHO.

“Pelepasliaran satwa liar ini bertujuan menstabilkan populasi satwa liar di alam dan juga sebagai bentuk pernyataan politis dan pendidikan yang kuat terhadap kesejahteraan satwa liar dan promosi nilai-nilai konservasi lokal sesuai dokumen IUCN, 2013," katanya.

Satwa liar yang dilepaskan tersebut merupakan satwa dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan keberadaannya di alam diperlukan sebagai pengatur ekosistem kawasan konservasi.

Thomas mengatakan, salah satu upaya konservasi satwa liar adalah dengan melakukan rehabilitasi dari hasil sitaan dan serahan masyarakat untuk dilepasliarkan ke habitatnya dengan merujuk pada panduan IUCN dan ketentuan yang berlaku di Indonesia untuk pelepasliaran, reintorduksi dan translokas.

Adapun program pelepasliaran satwa liar yang dilakukan terdiri dari 5 jenis dan sebanyak 12 ekor sebagai berikut: Elang tikus (Elanus caeruleus) sebanyak 5 (lima) ekor yang diserahkan oleh Balai Gakkum pada tanggal 30 Januari 2020.

Elang Bondol (Haliastur indus) sebanyak 2 (dua) ekor merupakan hasil patroli Tim WRU BBKSDA Sulsel terhadap peredaran TSL tanggal 27 Maret 2019. Elang Paria (Milvus migrans) sebanyak 1 (satu) ekor merupakan hasil patroli Tim WRU BBKSDA Sulsel terhadap peredaran TSL tanggal 13 Januari 2020.

Termasuk ular Sanca Kembang (Python reticulatus) sebanyak 3 (tiga) ekor terdiri 1 ekor dari serahan TNI AL Marinir Makassar di kantor BBKSDA Sulsel tanggal 9 April 2020 dan 2 ekor merupakan serahan masyarakat di perumahan Villa Permata Makassar tanggal 20 Maret 2020. Buaya Muara (Crocodylus porosus) sebanyak 1 (satu) ekor yang merupakan hasil evakuasi Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Besar KSDA Sulsel di Pare-Pare pada 15 Mei 2020.

Giat ini dilakukan setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan kajian perilaku terhadap satwa tersebut selama proses rehabilitasi di Kandang Transit Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, dan satwa dinyatakan sehat.

Observasi lebih lanjut dilakukan di kandang observasi untuk melihat perilaku harian, perilaku berburu dan makan, perilaku interaksi antar satwa, tambah Thomas.

Tahap selanjutnya, sebelum dilakukan pelepasliaran dilakukan kajian terhadap atau lokasi pelepasliaran untuk pertimbangkan aspek keseuaian habitat, potensi pakan serta potensi ancaman dan gangguan terhadap satwa.

Tahap berikut adalah proses habituasi atau adaptasi terhadap lingkungan satwa yang baru dengan menempatkan dalam kandang habituasi selama sekitar 7 s/d 14 hari. Setelah semua proses pemeriksaan kesehatan, perilaku/observasi, rehabilitasi, dan habitat dilakukan maka satwa siap untuk dilepasliarkan.

Pelepasliaran satwa liar 5 ekor Elang tikus (Elanus caeruleus), 2 ekor Elang Bondol (Haliastur indus), 1 ekor Elang Paria (Milvus migrans) dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 20 Maret di Minasa te’ne Kabupaten Pangkep dan pelepasliaran 3 ekor Ular Sanca Kembang (Python reticulatus) pada hari dan tanggal yang sama di Karaenta Kabupaten Maros.

Kedua lokasi pelepasliaram merupakan areal Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Sedang pelepasliaran buaya muara (Crocodylus porosus) sebanyak 1 ekor telah dilakukan pada tanggal 15 Mei bertempat di Muara sungai Malili, dusun/desa Ussu, Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur yang merupakan kawasan hutan lindung.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024