Makassar (ANTARA Sulsel) - Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan membantah telah kehilangan saham pada Hotel Imperial Aryaduta Makassar, menyusul DPRD Sulsel menganggap pemprov telah menghilangkan asset pemerintah pada hotel tersebut.
Direktur Perusda Sulsel, Haris Haodi saat ditemui di Hotel Imperial Aryadutha Makassar, Selasa mengungkapkan, penguasaan saham mayoritas pada Hotel Imperial Aryaduta Makassar oleh PT. Makassar Hotel Network tidak akan menghilangkan keberadaan saham pemerintah provinsi pada hotel tersebut.

"Saham pemerintah provinsi Sulsel telah masuk dalam Holding Company milik PT. Lippo Karawaci," tegasnya.

Penjualan saham yang dilakukan Lippo Karawaci kepada PT. Makassar Hotel Network tersebut, lanjut dia bukan dalam bentuk saham murni. Namun, hanya asset saja.

"Saham pemprov berupa tanah seluas 4.655 meter persegi telah diubah menjadi saham murni dan dimasukkan dalam saham Holding Company Lippo Karawaci," ungkapnya.

Haris mengakui, nilai saham pemprov pada Hotel Imperial hingga saat ini berada pada posisi 0,08 persen atau Rp10 miliar lebih, penurunan itu dipengaruhi lambannya pemprov melakukan penambahan nilai asset pada saat hotel tersebut mengalami pengalihan saham.

"Pada saat pemilik saham lainnya menyuntik tambahan saham, secara otomatis saham pemprov mengalami penyusutan," ujarnya.

Dia menambahkan, kerja sama pengelolaan hotel antara pemprov dengan pihak swasta diawali dengan adanya surat dari Komisaris Utama PT. Makassar Development Corporation pada tahun 1990 lalu, dengan tujuan untuk mengembangkan hotel yang sebelumnya bernama Hotel Pesanggrahan Makassar.

Keinginan kerja sama tersebut, ungkap dia akhirnya mendapat tanggapan positif dari Pemprov Sulsel yang kemudian menunjuk Perusda Sulsel untuk mengirim surat persetujuan kerjasama dengan PT. Makassar Development Corporation pada tahun 1991.

"Kerja sama iTu telah disepakati saham pemprov hanya 30 persen, dan PT. Makassar Development Corporation 70 persen," urainya

Pada sekitar tahun 2004 lalu, pihak PT. Makassar Development Corporation kemudian membentuk holding company dan mengikutsertakan saham pemprov. Namun, pemprov tidak menambah jumlah saham yang ada dalam Holding Company tersebut.

Keberadaan saham pemprov, ucapnya pada saat ini memang mengalami penyusutan. Kondisi tersebut telah mempengaruhi deviden yang diterima pemerintah provinsi sulsel

Pada tahun 2008 lalu, deviden yang diterima pemerintah provinsi Sulsel hanya mencapai Rp50 juta - Rp60 juta per tahun. Sementara, untuk deviden berupa 'fee consultant' mencapai Rp300 juta per tahun.

Rencananya, pihak perusda sulsel akan melakukan pertemuan dengan pihak pemilik saham mayoritas sekarang yakni PT. Makassar Hotel Network, untuk memperjelas dan menambah perolehan deviden dari 'fee consultant' tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Komisi II, Andry Arif Bulu mengungkapkan, pemprov Sulsel telah kehilangan aset pada Hotel Imperial Aryaduta, Makassar. Hilangnya saham tersebut, pasca Hotel Imperial Aryaduta diambil alih PT Makassar Hotel Network dari PT Lippo Karawaci.

"Dengan dilepasnya Hotel Imperial ke PT. Makassar Hotel Network, maka saham pemprov juga sudah habis, sebab kepemilikan saham pemerintah provinsi hanya berada di PT Lippo Karawaci," ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Sulsel, Andi Muallim juga mengungkapkan, pihaknya berencana akan melakukan kajian terhadap keberadaan saham pemerintah provinsi pada Hotel Imperial.

"Revitalisasi saham Imperial akan kami kaji kembali, deviden dari hotel tersebut diharapkan dapat menambah sumber Pendapatan Asli Daerah," harapnya. (T.PK-HK/Z002)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024