Makassar (ANTARA) - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Sulawesi Selatan membuka ruang diskusi dalam merumuskan langkah strategis menuju normal baru terkait dengan masa depan pondok pesantren dan masjid di tengah pandemi virus corona jenis baru (COVID-19).

"Ada sekitar 270 pesantren dan 73 ribu santri yang terdampak COVID-19, sehingga perlu ada perumusan langkah dalam memasuki era 'new normal' atau kehidupan normal baru," kata Ketua DPW PKB Sulsel Azhar Arsyad di Makassar, Jumat (12/6).

Pihaknya mendorong seluruh pemangku kepentingan, baik di lingkungan pesantren maupun pemerintah provinsi dan kabupaten di Sulsel, bersama-sama merumuskan strategi menghadapi normal baru bagi masa depan pesantren serta masjid di Sulsel.

Ia menyebut pesantren dan masjid memiliki keterkaitan erat. Begitu pun dalam kehidupan nyata, di mana masjid sebagai tempat ibadah harus dirumuskan dengan cepat langkah strategisnya agar masyarakat bisa beribadah dengan tenang. Santri yang akan masuk pesantren pun demikian.

Pimpinan Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah, Muammar Bakry, menyatakan beberapa standar untuk mengukur kualitas dan kuantitas jamaah nahdliyin, yaitu melalui kultur budaya dan tradisi di lingkungan pesantren, pelestarian tradisi dan budaya Nahdatul Ulama (NU) di masyarakat, seperti "barazanji", serta lainnya.

Menurut dia, perlu adanya perhatian khusus terkait dengan upaya menjaga nilai-nilai, kultur, dan budaya NU di tengah pandemi COVID-19.

Budaya makan bersama dan rasa yang sama tanpa sekat strata sosial di lingkungan pesantren, katanya, harus dipertahankan dan diperhatikan, termasuk bagaimana menjaganya sebagai suatu identitas.

"Tradisi selawatan setelah selesai shalat di masjid, jabat tangan, cium tangan yang berlaku di masjid ala NU tentu akan tergerus dengan adanya COVID- 19, ini yang harus menjadi perhatian bersama," kata akademisi itu.
  Tangkapan layar suasana diskusi virtual digelar PKB Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA/HO-Humas PKB Sulsel.

Ketua PWNU Sulsel K.H. Hamzah Harun memberikan apresiasi terhadap PKB Sulsel yang memiliki kepedulian terhadap pesantren dan nasib masjid di Sulsel dalam menghadapi pandemi virus.

Ia berharap, penerapan normal baru terhadap pesantren harus mempertimbangkan berbagai sisi, termasuk negatif dan positifnya.

"Harus dilihat di lingkungan pesantren maupun lingkungan luar di sekitar pesantren, termasuk sisi ekonomi dilihat dengan saksama, apa mudaratnya," kata Wakil Koordinator Kopertis Wilayah VIII Sulsel itu.

Ketua PMI Makassar Syamsu Rizal M.I. mengemukakan lebih memilih kata "tradisi baru" daripada "normal baru", sebab, pesantren dan masjid adalah entitas sosial yang menjadi hal utama dalam gerakan-gerakan sosial yang mampu memengaruhi pola komunikasi dan tradisi di Sulsel.

"Kita harus agak memaksa diri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan tradisi kita selama ini. Tradisi baru ini poinnya adalah memberi sugesti kepada kita untuk ikhlas melakukannya," ucap dia.

Pria yang akrab disapa Deng Ical itu, menegaskan tentang bagaimana masjid dan pesantren sebagai bagian dari entitas sosial. Masjid katalisator sosial sehingga masjid dan pesantren harus proaktif mengambil peran tersebut.

Dalam gerakan pencegahan, kata dia, suatu hal yang sensitif dibicarakan adalah kasus COVID berkaitan dengan isu agama, misalnya klaster baru dari santri pesantren.

Ia mengemukakan keharusan ada "opinion leader" untuk bersikap dan bersuara dari pihak tokoh agama dan lainnya.

"Format tradisi baru yang berkarakter masjid dan pesantren harus jadi perhatian bersama, sehingga Sulsel sebagai 'Serambi Madinah' adalah sebuah tantangan bagi kita ke depan," kata dia.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024