Makassar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar menolak permintaan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar yang memintanya untuk menghapus program debat pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang telah diatur dalam PKPU.

Ketua KPU Makassar Farid Wajdi di Makassar, Rabu, mengatakan anggaran pengusulan penambahan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Makassar sebesar Rp6,2 miliar sudah dilakukan setelah adanya surat edaran dari Menteri Keuangan tentang penyesuaian honor tenaga adhoc dan lainnya.

"Yang ingin kami sampaikan kepada masyarakat bahwa anggaran KPU Makassar itu sudah sangat rasional tetapi karena adanya pandemi COVID-19 ini, makanya kami efisienkan se efisien mungkin," ujarnya.

Ia mengatakan usulan penambahan anggaran yang semula Rp15 miliar kemudian diefisienkan menjadi Rp6,8 dan terakhir Rp6,2 miliar tidak lagi bisa diefisienkan.

Bahkan empat kali pihak Pemkot Makassar melalui Bappeda melakukan koordinasi dan asistensi bersama para komisioner lainnya membahas mengenai anggaran tambahan tersebut.

Bappeda, kata Farid, sudah tidak bisa lagi menghapus beberapa permintaan Pemkot Makassar karena semua yang diminta untuk dihapus sangat penting dalam kualitas demokrasi dan telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Debat publik para pasangan calon adalah hal yang paling penting dalam tahapan karena semua gagasan dan visi misi itu diulas. Masyarakat sebagai pemilih cerdas sangat menantikan tahapan ini, jadi kami tidak bisa menghapusnya," katanya.

Hal sama diungkapkan Komisioner KPU Makassar Divisi Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (SDM) Endang Sari menyatakan, kualitas pilkada ditentukan oleh salah satunya debat publik bagi para pasangan calon.

"Jadi yang kami sayangkan itu, permintaannya bukan mengurangi tapi menghapus. Bagaimana mungkin hal paling elementer dalam sebuah tahapan dihilangkan, ini bukan pesta demokrasi jika debatnya dihilangkan," katanya.

Endang menerangkan, dari semua sistem sosialisasi yang telah diprogramkan itu, 90 persen diantaranya telah dikonversi ke virtual sehingga anggaran untuk sosialisasi sudah sangat minimal.

Sementara untuk sisanya yakni 10 persen untuk sosialisasi itu dikhususkan bagi para pemilih yang tidak dijangkau oleh virtual tersebut seperti pemilih berkebutuhan khusus dan lainnya.

"Saya tidak tahu, bagaimana lagi kami mau efisienkan ini anggaran, nah yang pengusulan Rp6,2 miliar itu sudah sangat minim. Tidak ada lagi item yang bisa diefisienkan, banyak program sudah kami hapus dan konversikan ke virtual di masa pandemi ini," ucapnya.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024