Makassar (ANTARA) - Konsultan Diseminasi Pengetahuan/ Co-founder Komunitas Ininnawa, Hasriadi Masalam, PhD mengatakan, biaya kebutuhan energi warga desa di Tompo Bulu, Kabupaten Pangkep, Sulsel bisa mencapai Rp1 miliar setahun.
Hasriadi yang berbicara dalam seminar virtual tentang Pengembangan Energi Terbarukan di Sulsel, Kamis, mengatakan dari hasil penelitian dan pendampingan warga di kaki Gunung Saraung itu diketahui, tingginya konsumsi energi warga desa, maka perlu menggencarkan edukasi kedaulatan pangan dan energi baru terbarukan.
Alasannya, kedua persoalan tersebut pangan dan energi saling terkait dan dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan warga. Sebagai gambaran, dari adanya terpaan informasi iklan di televisi, warga lebih cenderung membeli mi instan daripada mengonsumsi pangan sehat yang ada di sekitarnya.
"Dari hasil survei di lapangan, diketahui konsumsi pangan warga di Tompo Bulu mencapai Rp45 juta setahun hanya untuk membeli kerupuk," katanya.
Karena itu, lanjut dia, Komunitas Ininnawa yang dibentuknya membuat sekolah petani agar dapat mewujudkan kemandirian pangan dan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan yang ada di sekitarnya.
Menurut dia, dengan terbangunnya pengetahuan dan wawasan warga desa yang sebagian besar adalah petani, kelak dapat membangun pembangkit listrik dari aliran sungai atau biogas dari kotoran ternak sapi yang dimiliki warga.
"Karena itu, selain perlu mendorong edukasi ketahanan pangan dan energi di desa, juga perlu pentingnya merawat kerja kolektif rutin di antara mereka," kata Hasriadi yang juga penulis buku "Desa Butuh Energi Alternatif Sekarang".
Pada Seminar virtual itu, dua pemateri lainnya yakni Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan dan Kelistrikan, Dinas Sumber Daya Energi Mineral (ESDM) Sulsel, Achmad Habib dan Praktisi/Pendamping Energi Terbarukan yang juga penerima penghargaan Subroto Award Menteri ESDM 2017, Harianto Albar, MM berbagi pengalaman terkait pengembangan energi terbarukan di Sulsel.
Tangkapan layar suasana webinar yang mengusung tema "Masa Depan Pengembangan Energi Terbarukan di Sulsel" yang diselenggarakan Mongabay Indonesia, Kamis (23/07/2020). ANTARA Foto/ Suriani Mappong
Hasriadi yang berbicara dalam seminar virtual tentang Pengembangan Energi Terbarukan di Sulsel, Kamis, mengatakan dari hasil penelitian dan pendampingan warga di kaki Gunung Saraung itu diketahui, tingginya konsumsi energi warga desa, maka perlu menggencarkan edukasi kedaulatan pangan dan energi baru terbarukan.
Alasannya, kedua persoalan tersebut pangan dan energi saling terkait dan dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan warga. Sebagai gambaran, dari adanya terpaan informasi iklan di televisi, warga lebih cenderung membeli mi instan daripada mengonsumsi pangan sehat yang ada di sekitarnya.
"Dari hasil survei di lapangan, diketahui konsumsi pangan warga di Tompo Bulu mencapai Rp45 juta setahun hanya untuk membeli kerupuk," katanya.
Karena itu, lanjut dia, Komunitas Ininnawa yang dibentuknya membuat sekolah petani agar dapat mewujudkan kemandirian pangan dan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan yang ada di sekitarnya.
Menurut dia, dengan terbangunnya pengetahuan dan wawasan warga desa yang sebagian besar adalah petani, kelak dapat membangun pembangkit listrik dari aliran sungai atau biogas dari kotoran ternak sapi yang dimiliki warga.
"Karena itu, selain perlu mendorong edukasi ketahanan pangan dan energi di desa, juga perlu pentingnya merawat kerja kolektif rutin di antara mereka," kata Hasriadi yang juga penulis buku "Desa Butuh Energi Alternatif Sekarang".
Pada Seminar virtual itu, dua pemateri lainnya yakni Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan dan Kelistrikan, Dinas Sumber Daya Energi Mineral (ESDM) Sulsel, Achmad Habib dan Praktisi/Pendamping Energi Terbarukan yang juga penerima penghargaan Subroto Award Menteri ESDM 2017, Harianto Albar, MM berbagi pengalaman terkait pengembangan energi terbarukan di Sulsel.