Makassar (ANTARA News) - Kabupaten Kutai Kartanegera, Kalimantan Timur, meminta persentase bagi hasil minyak dan gas alam antara pemerintah pusat dan daerah ditingkatkan dari sekitar 30-40 persen menjadi 60-70 persen.

Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari usai melakukan rapat kerja Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas di Makassar, Jumat, mengatakan, selama ini pemerintah pusat mendapat porsi lebih besar padahal kabupaten itu membutuhkan biaya untuk pembangunan infrastruktur.

"Lima tahun saja kami minta porsi itu dibalik, jadi kami mendapat sekitar 60-70 persen. Kutai Kartanegara butuh biaya untuk pembangunan infrastruktur. Daerah kami sebenarnya kaya, tapi infrastruktur kami sangat kurang," ujarnya.

Dia menjelaskan, selama ini Kutai Kartanegara mendapat bagi hasil migas sebesar Rp2,2 tiliun per tahun atau sekitar 48 persen dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD). Namun jumlah itu belum cukup untuk pembiayaan pembangunan daerah.

Dengan pembalikan porsi bagi hasil, kata dia, Kutai Kartanegera diprediksi mampu mendapat penghasilan migas sekitar Rp50 triliun per tahun.

Nilai tersebut sangat mencukupi untuk pembiayaan peningkatan infrastruktur, yang berdasarkan rencana strategis (renstra) pembangunan yang telah disusun pemda setempat mencapai Rp64 triliun dalam lima tahun.

"APBD kami hanya Rp5 triliun per tahun yang berarti total hanya Rp35 triliun dalam lima tahun. Sangat sulit bagi kami untuk merealisasikan renstra dengan jumlah APBD itu," ujarnya.

Rita menambahkan, Kutai Kartanegara memiliki 18 kecamatan yang terdiri atas enam kecamatan di daerah pesisir, enam di wilayah perairan Sungai Musi dan enam di daratan.

Kesulitan terbesar dialami penduduk yang berdiam di kecamatan-kecamatan pesisir dan perairan Sungai Musi sebab keterbatasan infrastruktur tranportasi air.

"Contohnya Kecamatan Batang. Untuk ke sana, butuh waktu dua hari dua malam dengan kapal, itupun kalau air sungai sedang pasang. Kadang masyarakat sana yang berkebun pisang tidak bisa menjual pisangnya keluar daerah karena sulitnya transportasi," ujarnya.

Selain peningkatan porsi pendapatan migas, Rita juga mengatakan daerahnya mendesak transparansi perhitungan hasil migas dan percepatan penetapan tapal batas antara daerah.

Menurut dia, dua hal itu selama ini juga menjadi faktor kunci sehingga Kutai Kartanegara tidak optimal dalam mendapatkan hasil migas.

Tersebarnya infratruktur industri perminyakan di berbagai wilayah di Kalimantan tanpa tanda tapal batas yang jelas membuat pihak Pemkab sulit mengklaim penuh hasil migas yang bersumber dari daerah tersebut.(T.KR-AAT/N002) 

Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024