Makassar (ANTARA) - Lembaga pemantau, Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) bersama Network For Indonesian democratic Society (Netfid) Sulawesi Selatan menyebutkan dari hasil pengamatan dan pantauan di sejumlah Tempat pemungutan Suara (TPS) saat hari pencoblosan, ditemukan dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Coronavirus Disease (COVID-19).

"Dari pantauan kami, ada KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) tidak menerapkan standar prokes, dengan membiarkan orang tua, pemilih membawa anak-anaknya ke TPS bahkan ada yang tidak bermasker," ungkap Ketua Presidium JaDI Sulsel, Mardiana Rusli di Makassar, Jumat.

Hasil pantauan tim JaDI di lapangan pada hari pencoblosan, Rabu, 9 Desember 2020, anak-anak dibawa ke dalam TPS yakni di TPS 024 Kelurahan Paccinongan, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. TPS 011 Kelurahan Tamalanrea Jaya, dan TPS 05 Kelurahan Bontoala Parang, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar.

Untuk kerumunan orang, terlihat di sejumlah TPS berbagai daerah saat pemilih hendak mencoblos. Sedangkan bilik khusus bagi pemilih yang memiliki suhu diatas 37 derajat celcius, terpantau diletakkan tidak pada tempatnya.

"Ada beberapa KPPS dinilai mengabaikan posisi bilik khusus yang harus berjarak dengan bilik umum. Ada yang menyediakan bilik khusus tapi jarak dekat dengan bilik umum. Adapula tidak standar bahkan ada bilik khusus ditaruh tidak sesuai pada denah lokasi TPS," katanya.

Data JaDI yang dihimpun, pelanggaran prokes di Makassar terpantau di TPS 001 dan TPS 003 di Kelurahan Parang Kecamatan Mamajang. Bilik umum dan bilik khusus saling berdekatan dan sulit membedakan mana bilik khusus karena tidak ada penanda.

Begitupun TPS 009 Kelurahan Bontomakio, dan TPS 002 di Kelurahan Buakana, Kecamatan Rappocini. Sementara di TPS lainnya, ada bilik khusus diletakan diluar TPS seperti di TPS 011 Kelurahan Tamalanre Jaya Makassar serta di TPS 08 Kelurahan Kabba, Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep.

"Dari beberapa hasil pemantauan itu, banyak KPPS tidak menekankan pemilih sehingga mengabaikan protokes COVID-19. Bahkan KPU telah mengatur jadwal mencoblos, untuk menghindari terjadinya klaster baru, tapi tetap diabaikan," ujarnya.

Hal senada diungkapkan Koordinator Pemantau Netfid Sulsel untuk Pilkada Makassar, Abraham Horisanto. Selain banyaknya TPS melanggar prokes COVID-19, petugas KPPS juga dinilai gagal paham atas aturan yang diberikan KPU. Bahkan penyelenggara Adhoc ini banyak kebingungan mengisi form C hasil KWK di depan saksi.

"Justru saksi yang mengajarkan mereka sampai beberapa kali terjadi protes. Bukan hanya kurang pengetahuan, beberapa anggota KPPS pun adu mulut dengan pemilih karena gagal paham siapa saja berhak mencoblos, padahal aturannya sudah sangat jelas, dan ada juga kasus pemilih ditolak di TPS" beber dia.

Data Netfid yang dihimpun, pada TPS 016 Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, petugas KPPS sempat kebingungan mengisi form C hasil KWK di depan saksi. Selain itu, di TPS 001 Kelurahan Parang, Kecamatan Mamajang terjadi kesalahan pengisian form C hasil KWK sehingga harus diperbaiki ketua KPPS-nya.

Di TPS 025 Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, saat pengisian form C hasil KWK harus membuka buku panduan KPPS, sehingga proses penghitungan berlangsung lama. Netfid menduga, bimbingan teknis KPPS tidak maksimal melihat kondisinya di lapangan.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024