Makassar (ANTARA) - Penjabat Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rudy Djamaluddin menegaskan pihaknya mendukung penuh pemberantasan korupsi dan siap membukakan pintu aparat penegak hukum dalam melaksanakan pengusutan sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"Kita persilahkan (pengusutan). Tentu kami, sebagai pemerintah kota tidak boleh (menghalangi) karena itu tugas APH (Aparat Penegak Hukum) yang menduga ada suatu penyimpangan, dan memang tugasnya," ujar Rudy di Makassar, Selasa.
Saat ditanyakan apakah aparat tengah melakukan penelusuran dugaan potensi korupsi iuran sampah di sejumlah kecamatan, dia mengatakan sejauh ini belum mengetahui ihwal dugaan tersebut, namun dia berharap segera diusut.
"Saya belum dengar itu, justru dengar dari anda semua ini (media). Jangan tanya saya karena saya belum dengar, " katanya menanggapi perihal dugaan korupsi tersebut.
Kendati demikian, sebagai bagian dari pemerintah kota, dan sesuai arahan pemerintah pusat, tugasnya aparatur sipil negara melayani masyarakat, jangan sampai ada perilaku pungutan liar (Pungli), korupsi dan lain sebagainya.
"Tentu kita tidak mentoleransi itu. (korupsi) dan mau bangsa ini semakin maju. Kita tidak membiarkan hal jelek. Jelek kita harus tekan kalau perlu dihilangkan, " ujarnya.
Berkaitan dengan dugaan korupsi pungutan iuran sampah tersebut, Rudy meminta segera dilakukan perbaikan sistem dengan membangun akuntabilitas mulai dari pemungutan, jumlah yang dipungut serta harus lebih terukur dan transparan.
"Kalau perlu diintervensi dengan teknologi (aplikasi), ini kan masih manual. Dengan teknologi tentu saya yakin bisa menekan potensi penyimpangan seperti itu," harap dia.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi (AMPD) Dwi Putra Kurniawan telah melaporkan dugaan kasus korupsi manipulasi iuran sampah, setelah ditemukan adanya dua versi nota retribusi sampah. Dua nota tersebut berasal dari lurah tertentu kepada bendahara.
"Sudah kami laporkan. Modusnya dua nota retribusi, dari lurah ke bendahara Kecamatan Mamajang, jumlahnya sekitar Rp130 juta lebih, tapi ditemukan perbedaan setoran pihak kecamatan ke kas daerah hanya Rp90 jutaan," ungkap dia.
Dari kasus itu, terjadi dugaan korupsi sebesar Rp40 jutaan mengakibatkan kerugian keuangan negara, sehingga perlu dilakukan pengusutan lebih lanjut di tingkat kepolisian guna memastikan adanya perilaku perbuatan korupsi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar, Kompol Agus Khaerul saat dikonfirmasi wartawan mengatakan sejauh ini pihaknya masih melakukan penyelidikan, termasuk akan melayangkan surat panggilan kepada saksi-saksi untuk diminta keterangan perihal laporan dari organisasi AMPD itu.
"Kalau laporannya kan baru dugaan, tapi tetap kita terima. Untuk pemanggilan saat ini belum," ujar Agus.
Sedangkan untuk proses penyelidikan yang, tambah dia, kepolisian masih akan melakukan verifikasi data baik di tingkat kelurahan maupun di kecamatan yang dimaksud pada laporan dugaan korupsi itu.
"Kita persilahkan (pengusutan). Tentu kami, sebagai pemerintah kota tidak boleh (menghalangi) karena itu tugas APH (Aparat Penegak Hukum) yang menduga ada suatu penyimpangan, dan memang tugasnya," ujar Rudy di Makassar, Selasa.
Saat ditanyakan apakah aparat tengah melakukan penelusuran dugaan potensi korupsi iuran sampah di sejumlah kecamatan, dia mengatakan sejauh ini belum mengetahui ihwal dugaan tersebut, namun dia berharap segera diusut.
"Saya belum dengar itu, justru dengar dari anda semua ini (media). Jangan tanya saya karena saya belum dengar, " katanya menanggapi perihal dugaan korupsi tersebut.
Kendati demikian, sebagai bagian dari pemerintah kota, dan sesuai arahan pemerintah pusat, tugasnya aparatur sipil negara melayani masyarakat, jangan sampai ada perilaku pungutan liar (Pungli), korupsi dan lain sebagainya.
"Tentu kita tidak mentoleransi itu. (korupsi) dan mau bangsa ini semakin maju. Kita tidak membiarkan hal jelek. Jelek kita harus tekan kalau perlu dihilangkan, " ujarnya.
Berkaitan dengan dugaan korupsi pungutan iuran sampah tersebut, Rudy meminta segera dilakukan perbaikan sistem dengan membangun akuntabilitas mulai dari pemungutan, jumlah yang dipungut serta harus lebih terukur dan transparan.
"Kalau perlu diintervensi dengan teknologi (aplikasi), ini kan masih manual. Dengan teknologi tentu saya yakin bisa menekan potensi penyimpangan seperti itu," harap dia.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi (AMPD) Dwi Putra Kurniawan telah melaporkan dugaan kasus korupsi manipulasi iuran sampah, setelah ditemukan adanya dua versi nota retribusi sampah. Dua nota tersebut berasal dari lurah tertentu kepada bendahara.
"Sudah kami laporkan. Modusnya dua nota retribusi, dari lurah ke bendahara Kecamatan Mamajang, jumlahnya sekitar Rp130 juta lebih, tapi ditemukan perbedaan setoran pihak kecamatan ke kas daerah hanya Rp90 jutaan," ungkap dia.
Dari kasus itu, terjadi dugaan korupsi sebesar Rp40 jutaan mengakibatkan kerugian keuangan negara, sehingga perlu dilakukan pengusutan lebih lanjut di tingkat kepolisian guna memastikan adanya perilaku perbuatan korupsi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar, Kompol Agus Khaerul saat dikonfirmasi wartawan mengatakan sejauh ini pihaknya masih melakukan penyelidikan, termasuk akan melayangkan surat panggilan kepada saksi-saksi untuk diminta keterangan perihal laporan dari organisasi AMPD itu.
"Kalau laporannya kan baru dugaan, tapi tetap kita terima. Untuk pemanggilan saat ini belum," ujar Agus.
Sedangkan untuk proses penyelidikan yang, tambah dia, kepolisian masih akan melakukan verifikasi data baik di tingkat kelurahan maupun di kecamatan yang dimaksud pada laporan dugaan korupsi itu.