Jakarta (ANTARA) - Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Defriman Djafri mengatakan perlu dilakukan kajian terhadap faktor penyebab kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI).

"Kasus-kasus KIPI perlu dimonitor dan dievaluasi secara berkala, dan dipastikan apakah kasus yang dilaporkan berkaitan langsung terhadap konten vaksin atau penyebab lain," kata Defriman saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

Defriman yang merupakan Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Cabang Provinsi Sumatera Barat menanggapi kasus meninggalnya seorang lanjut usia (lansia) usai menjalani vaksinasi COVID-19 di New York City, Amerika Serikat.

Menurut dia, kasus-kasus yang dilaporkan saat ini belum dapat digeneralisasikan, apalagi hanya satu kasus yang dilaporkan sehingga tidak perlu buru-buru vaksinasi COVID-19 dihentikan.

Namun, kata dia, perlu dilakukan evaluasi atau kajian untuk menemukan penyebab kausalitas terhadap dampak vaksin itu sendiri.

Dalam rangkaian vaksinasi, katanya, tidak hanya konten vaksinnya saja diperhatikan, tetapi juga proses penyuntikan dan penapisan (screening) kriteria orang yang memenuhi syarat untuk diberikan vaksin.

Sementara efikasi vaksin dinilai pada tahap uji klinis, kata dia, maka efektifitas vaksin dinilai ketika vaksin sudah diimplementasikan di populasi. Angka efektivitas sangat dinamis ke depan, yang tentunya harus selalu dipantau.

Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk membangun sistem kekebalan tubuh para penerima vaksin agar dapat melawan virus Corona penyebab COVID-19.

Dengan demikian diharapkan seseorang yang telah terbangun sistem kekebalan tubuhnya terhadap COVID-19 tidak akan terinfeksi pandemik itu, demikian Defriman Djafri.

Pewarta : Martha Herlinawati S
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024