Jakarta (ANTARA) - Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengajukan banding terhadap vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepadanya.
"Pinangki mengajukan banding sehingga kami penuntut umum juga mengajukan banding," kata ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara Pinangki, Yanuar Utomo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, pada hari Senin (8/2), majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Pinangki Sirna Malasari karena terbukti menerima suap 500.000 dolar AS, melakukan pencucian uang dan pemufakatan jahat terkait dengan perkara Djoko Tjandra.
Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan JPU Kejaksaan Agung yang meminta agar Pinangki divonis selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, Yanuar tidak menjelaskan alasan Pinangki mengajukan banding.
"Tidak disampaikan alasan pengajuan banding, hanya pengacara saja yang datang dan mendaftarkan permohonan banding ke pengadilan," ungkap Yanuar.
Tim pengacara Pinangki yang dihubungi belum merespons pertanyaan soal alasan banding tersebut.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500.000 dolar AS dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Pinangki ikut menyusun action plan berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan PK Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" yaitu Burhanuddin sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan "HA" yaitu Hatta Ali selaku pejabat di MA dengan biaya 10 juta dolar AS namun baru diberikan 500.000 dolar AS sebagai uang muka.
Perbuatan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036,00.
Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra.
Bentuk pencucian uang antara lain dengan membeli mobil BMW X5 warna biru, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter home care, pembayaran sewa apartemen dan pembayaran kartu kredit.
Perbuatan ketiga adalah Pinangki melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra yang tertuang dalam action plan.
"Pinangki mengajukan banding sehingga kami penuntut umum juga mengajukan banding," kata ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara Pinangki, Yanuar Utomo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, pada hari Senin (8/2), majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Pinangki Sirna Malasari karena terbukti menerima suap 500.000 dolar AS, melakukan pencucian uang dan pemufakatan jahat terkait dengan perkara Djoko Tjandra.
Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan JPU Kejaksaan Agung yang meminta agar Pinangki divonis selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, Yanuar tidak menjelaskan alasan Pinangki mengajukan banding.
"Tidak disampaikan alasan pengajuan banding, hanya pengacara saja yang datang dan mendaftarkan permohonan banding ke pengadilan," ungkap Yanuar.
Tim pengacara Pinangki yang dihubungi belum merespons pertanyaan soal alasan banding tersebut.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500.000 dolar AS dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Pinangki ikut menyusun action plan berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan PK Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" yaitu Burhanuddin sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan "HA" yaitu Hatta Ali selaku pejabat di MA dengan biaya 10 juta dolar AS namun baru diberikan 500.000 dolar AS sebagai uang muka.
Perbuatan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036,00.
Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra.
Bentuk pencucian uang antara lain dengan membeli mobil BMW X5 warna biru, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter home care, pembayaran sewa apartemen dan pembayaran kartu kredit.
Perbuatan ketiga adalah Pinangki melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra yang tertuang dalam action plan.