Makassar (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa klausul mengenai izin Presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebaiknya dihapuskan.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam diskusi mengenai Tantangan dan Strategi Pemberantasan Korupsi, di Universitas Hasanuddin Makassar, Rabu, mengatakan, klausul dalam undang-undang ini bisa digunakan kepala daerah untuk berlindung dari sekian jeratan hukum, khususnya tindak pidana korupsi.

Dari data yang dimiliki oleh ICW, pemeriksaan sekian kasus korupsi di sejumlah daerah menjadi terhambat karena adanya klausul ini.

"Sangat disayangkan jika untuk memeriksa kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi harus menunggu izin dari Presiden. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun akhirnya sulit untuk melakukan supervisi," ungkapnya.

Ia menambahkan, izin ini pula yang terkadap dijadikan alasan oleh para penegak hukum untuk menunda pemeriksaan terhadap kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana.

Padahal, kata dia, potensi tindak pidana korupsi di daerah sangat besar dan patut untuk mendapatkan perhatian serius dari para penegak hukum.

Ia mengatakan, izin Presiden tersebut merupakan bentuk diskriminasi hukum, karena sudah menempatkan posisi kepala daerah lebih tinggi daripada masyarakat umum di mata hukum.

"Hal ini jelas bertentangan dengan asas hukum, di mana setiap orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum," ucapnya.

Penghapusan klausul izin Presiden dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 merupakan salah satu langkah progresif yang bisa diupayakan untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
(T.KR-AAT/S019) 


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024