Makassar (ANTARA News) - Dokter transfusi darah di Indonesia masih sangat minim, sementara permintaan stok darah terus meningkat sehingga tidak sebanding dengan permintaan.

"Bila ditotal seluruh dokter transfusi darah di Indonesia sekitar 300 dokter dan hanya 25 dokter saja yang sudah tersertifikasi," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Transfusi Darah Indonesia, Prof Dr Abdul Salam M Sofro, disela Pertemuan Ilmiah Tahunan II, Perhimpunan Dokter Transfusi Darah Indonesia di Makassar, Selasa.

Ia mengakui, sumber daya dokter di bidang transfusi darah sangat minim, sementara permintaan stok darah cukup tinggi, dan peran PDTDI tidak bisa mencakup secara keseluruhan.

"Idealnya, Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, seharusnya dua persen atau 100 ribu yang mau mendonorkan darahnya, namun kita lihat sendiri kesadaran masyarakat masih kecil," ungkapnya.

Persyaratan dokter spesialis transfusi darah, kata dia, di Indonesia belum dijadikan acuan karena masih dianggap sebagai organisasi profesi, sehingga sering kali ditemukan darah yang kurang steril diakibatkan oleh minimnya tenaga ahli.

"Kita kekurangan tenaga ahli, itupun tenaga yang dipakai bukan pada bidangnya. Harusnya darah sebelum di pak, discreen, kemudian diolah dan disterilisasi dulu baru disegel. Namun tenaga yang bekerja di PMI kebanyakan sukarelawan jadi sangat rawan terinfeksi," ucapnya.

Ketua PMI cabang Makassar, Samsu Rizal menambahkan, pada dasarnya tenaga spesialis diakui sangat minim, ditambah anggaran terbatas dalam pengelolaan stok darah.

"Mau apalagi, tenaga sukarelawan pun diberdayakan, sementara anggaran sangat terbatas untuk melakukan pengolahan yang lebih baik. Anggaran kan datangnya dari pusat, tetapi tidak dianggarkan dari APBD kabupaten dan kota," ucapnya. (T.PSO-282/F003)



Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024