Makassar (ANTARA News) - Permasalahan sosial di Provinsi Sulawesi Selatan meningkat dari 21 menjadi 27 jenis dalam lima tahun terakhir.

Salah satu sebabnya adalah kurangnya tenaga kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan.  Sekretaris Provinsi Sulsel Andi Muallim di Makassar, Selasa, mengatakan, permasalahan-permasalahan sosial tersebut diantaranya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan Pekerja Seks Komersil (PSK).

Kurangnya pengawasan dari pemerintah maupun tokoh masyarakat ditambah dengan kurangnya petugas khusus yang bertugas menjaga dan memperbaiki kondisi sosial menjadi penyebab peningkatan jumlah permasalahan.

Ia menyebutkan, salah satu penyebab utama meningkatnya permasalahan sosial yaitu sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Pilkada membuat tokoh masyarakat cenderung terlibat dalam kegiatan politik dan melupakan posisinya sebagai tauladan di tengah masyarakat.

Kedua, ia menilai, program-program di sektor kesejahteraan dari Kementerian Sosial maupun perangkat dinas di daerah tidak berkembang. Alokasi anggaran lebih banyak disalurkan kepada pembinaan panti asuhan, panti jompo dan lembaga pembinaan PSK.

Kerja sama dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung merupakan salah satu langkah yang dilakukan pemprov untuk menekan angka permasalahan sosial.

Hingga kini, mahasiswa asal Sulsel yang kuliah di kampus tersebut telah mencapai 200 orang. Jumlah ini, menurutnya, masih jauh dari jumlah target tenaga kesejahteraan sosial yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1.500 orang dan jumlah mahasiswa yang diterima tahun ini mencapai 60 orang.

Ketua STKS Bandung Wawan Heryana mengatakan, kerja sama yang dilakukan dengan pemprov adalah untuk mengembangkan calon-calon tenaga kesejahteraan sosial yang nantinya akan ditempatkan di pemerintah daerah.

Meski demikian, pihaknya mengaku memiliki keterbatasan kuota karena keterbatasan ruang kelas dan anggaran.

Tahun ini, kuota penerimaan STKS sebanyak 120 mahasiswa yang direkrut dari beberapa wilayah di Indonesia. Pihaknya tidak dapat melakukan penambahan kuota jika kuota nasional tidak ditambah.

"Mudah-mudahan tahun depan bisa bertambah menjadi 150 orang, akan diupayakan karena ada permintaan provinsi lainnya di Sulawesi," jelasnya.

Saat ini, lanjutnya, ikatan dinas tidak dilakukan diawal masa perkuliahan tapi setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan dengan formasi khusus yang dibuka untuk mengakomodir lulusan sesuai keinginan Kemenpan.

Sebelum bertugas, menjadi tenaga kesejahteraan sosial setiap lulusan akan menjalani proses sertifikasi untuk memastikan kesiapannya bertugas di tingkat kecamatan. (T.KR-RY/F003)


Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024