Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Kejaksaan Agung RI menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (AMU), anak usaha PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), pada anggaran 2016 sampai dengan 2020.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Lonard Eben Ezer Simanjuntak, di Gedung Budar Jakarta, Rabu, mengatakan dua tersangka yang ditetapkan, yakni berinisial WW dan FB.
Tersangka WW merujuk pada Wahyu Wisambodo, sedangkan FB mengacu pada Firman Berahima.
"Tersangka WW selaku mantan karyawan PT AMU dan mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU)," kata Leonard.
Sedangkan tersangka kedua, FB selaku mantan karyawan PT Askrindo dan mantan Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo.
Posisi kasus ini, kata Leonard, dalam kurun waktu antara tahun 2016 sampai dengan 2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU secara tidak sah.
Cara yang dilakukan dengan mengalihkan produksi langsung (direct) PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU (indirect) yang kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali ke oknum di PT Askrindo secara tunai seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dalam perkara ini penyidik telah mengamankan dan melakukan penyitaan sejumlah uang pembagian komisi sejumlah Rp611 juta, 762.900 dolar AS, dan 32.000 dolar AS.
"Tersangka WW meminta, menerima, dan memberi bagian share komisi yang tidak sah dari PT. AMU," kata Leonard.
Sedangkan tersangka FB mengetahui dan menyetujui pengeluaran beban operasional PT AMU secara tunai tanpa melalui permohonan resmi dari pihak ketiga yang berhak dan tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif.
"Tersangka FB juga berperan membagi dan menyerahkan share komisi yang ditarik secara tunai di PT AMU Pusat kepada empat orang di PT Askrindo," terang Leonard.
Penyidik Kejaksaan Agung menerapkan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, kedua tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Sementara itu, untuk nilai kerugian yang disebabkan oleh perkara ini masih dilakukan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Lonard Eben Ezer Simanjuntak, di Gedung Budar Jakarta, Rabu, mengatakan dua tersangka yang ditetapkan, yakni berinisial WW dan FB.
Tersangka WW merujuk pada Wahyu Wisambodo, sedangkan FB mengacu pada Firman Berahima.
"Tersangka WW selaku mantan karyawan PT AMU dan mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU)," kata Leonard.
Sedangkan tersangka kedua, FB selaku mantan karyawan PT Askrindo dan mantan Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo.
Posisi kasus ini, kata Leonard, dalam kurun waktu antara tahun 2016 sampai dengan 2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU secara tidak sah.
Cara yang dilakukan dengan mengalihkan produksi langsung (direct) PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU (indirect) yang kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali ke oknum di PT Askrindo secara tunai seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dalam perkara ini penyidik telah mengamankan dan melakukan penyitaan sejumlah uang pembagian komisi sejumlah Rp611 juta, 762.900 dolar AS, dan 32.000 dolar AS.
"Tersangka WW meminta, menerima, dan memberi bagian share komisi yang tidak sah dari PT. AMU," kata Leonard.
Sedangkan tersangka FB mengetahui dan menyetujui pengeluaran beban operasional PT AMU secara tunai tanpa melalui permohonan resmi dari pihak ketiga yang berhak dan tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif.
"Tersangka FB juga berperan membagi dan menyerahkan share komisi yang ditarik secara tunai di PT AMU Pusat kepada empat orang di PT Askrindo," terang Leonard.
Penyidik Kejaksaan Agung menerapkan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, kedua tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Sementara itu, untuk nilai kerugian yang disebabkan oleh perkara ini masih dilakukan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).