Makassar (ANTARA News) - Sebanyak 87 persen software yang beredar luas di Indonesia tanpa memiliki lisensi dari perusahaan berdasarkan hasil studi global International Data Corporation (IDC) 2010 yang dipublikasikan Mei 2011.

"Studi yang dilakukan IDC betul-betul mencengangkan karena angka 87 persen didapatkan setelah melalui proses studi yang panjang," ujar juru bicara BSA Indonesia Donny Sheyoputra di Makassar, Senin.

Akibat pembajakan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab itu, perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar karena nilai software yang terinstal pada komputer pribadi atau personal computer (PC) dengan nilai komersial mencapai US$ 1,32 miliar.

Padahal perusahaan yang memiliki lisensi itu telah memberikan kemudahan kepada masyarakat Indonesia untuk mendapatkan software yang asli dengan harga yang relatif murah.

Ia mengatakan, untuk satu software yang dikemas dalam bentuk compact disc (CD) itu dijual dengan harga Rp50 ribu per kepingnya. Namun, masih banyak masyarakat yang membajaknya dan menjualnya dengan harga yang lebih murah yakni Rp20 ribu.

"Pihak perusahaan sudah memberikan kemudahan dengan menjual software asli seharga Rp50 ribu. Tapi bajakan software itu dengan sangat mudahnya didapatkan. Baik di penjual emperan maupun di beberapa toko-toko," katanya.

Selain itu, ia juga mengaku jika BSA Indonesia telah mengumumkan hasil IPSOS yang mengamati perilaku dan sikap para pengguna komputer terhadap pembajakan software.

Dengan cara ilegal seperti membeli lisensi tunggal untuk sebuah program kemudian melakukan instalasi pada beberapa mesin atau mengunduh program jaringan peer-to-peer meskipun mereka mengekspresikan dukungan prinsip-prinsip hak kekayaan intelektual (HAKI).

Hasil studi ini menempatkan Indonesia pada peringkat ketujuh dari 32 negara yang telah disurvei dimana 65 persen dari pengguna personal komputer (PC) individu umumnya atau seringkali memperoleh software melalui cara yang ilegal. (T.KR-MH/S006) 

Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024