Makassar (ANTARA) - Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan, Indonesia Center for Enviromental Law (ICEL), Adrianus Eryan mengatakan, potensi pelanggaran izin usaha berbasis lahan, rentan terjadi di lapangan.

Hal itu dikemukakan Adrianus di Makassar, Kamis, menanggapi bentuk pelanggaran kehutanan di sela kegiatan Workshop yang digelar Jurnal Celebes.

Selain itu, lanjut dia, pelanggaran terhadap undang-undang. Adapun bentuk pelanggaran terhadap izin itu misalnya tidak melaksanakan kemitraan perkebunan, tidak menjalankan reklamasi dan usai penambangan melampaui ketentuan pembuangan limbah dalam izin, tidak melaksanakan RKL-RPL, dan tidak melaporkan secara berkala pelaksanaan Izin Lingkungan.

Sedang pelanggaran terhadap Undang-Undang misalnya dengan merambah kawasan hutan tanpa izin, melakukan penanaman di luar areal perkebunan yang dikuasai, kegiatan usahanya menimbulkan pencemaran limbah B3 terhadap lingkungan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan, kondisi hutan Sulsel kian kritis sehingga sangat rentan memicu bencana ekologis.

Sebagai gambaran, dari sekitar 2,6 juta hekatere (ha) luas hutan di Sulsel, kini tersisa tinggal 1,3 juta ha yang bervegetasi hijau.

Berkaitan dengan hal tersebut,  pemprov Sulsel harus merancang tata ruang provinsi untuk merehabilitasi lahan kritis.

Menanggapi hal tersebut, Kadis Kehutanan Provinsi Sulsel Andi Parenrengi mengatakan, guna mengantisipasi terjadinya bencana, maka pihaknya senantiasa berkoordinasi dengan pihak Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) yang berada dibawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Selain itu, juga telah mendisteribusikan bibit tanaman untuk rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah Kabupaten Gowa, Soppeng dan Luwu. Ilustrasi kondisi hutan di Indonesia yang disampaikan pada kegiatan worshop yang digelar Jurnal Celebes di Makassar. Antara / HO/ Humas Jurnal Celebes

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024