Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, telah diguncang delapan kali gempa bumi merusak sepanjang sejarah kegempaan.

"Sejarah gempa bumi merusak di Kepulauan Talaud setidaknya terjadi delapan kali," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Sabtu.

Dwikorita menjelaskan gempa merusak terjadi ke Kepulauan Talaud pada 23 Oktober 1914 dengan magnitudo 7,7. Kemudian gempa merusak Halmahera pada 27 Maret 1949 dengan magnitudo 7,0.

Selanjutnya gempa di Kepulauan Talaud 24 September 1957 dengan magnitudo 7,2, lalu gempa Halmahera Utara dan Morotai pada 8 September 1966 magnitudo 7,7.

Gempa merusak pernah terjadi di Kepulauan Talaud pada 30 Januari 1969 dengan magnitudo 7,6, serta gempa Maluku Utara dan Morotai pada 26 Mei 2003 bermagnitudo 7,0/

Gempa ketujuh yang merusak terjadi di Kepulauan Talaud pada 11 Februari 2009 dengan magnitudo 7,4 dan yang terakhir pada 21 Januari 2021 dengan magnitudo 7,0.

"Hingga pukul 11.30 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan 9 aktivitas gempa bumi susulan paling kuat magnitudo 4,5," ujar Dwikorita.

Hasil pantauan BMKG sampai dengan dengan pukul 11.30 WIB memperlihatkan adanya sembilan gempa susulan atau aftershock dengan magnitudo terbesar 4,5.

Lewat hasil pemodelan BMKG bahwa gempa itu tidak memiliki potensi tsunami.

Guncangan gempa yang terjadi pada Sabtu (22/1) pukul 09.26 WIB itu sendiri dirasakan dalam skala III-IV MMI di Melonguane, dengan getaran dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah.

Dia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu untuk menghindari bangunan yang retak atau rusak akibat gempa.

Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah.

Pewarta : Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024