Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan eksplorasi batu bara metalurgi di 22 lokasi yang tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Senin, mengatakan tujuan eksplorasi itu untuk kepentingan industri dalam negeri karena selama ini Indonesia masih mengimpor batu bara metalurgi dari luar negeri.
"Selama ini Indonesia mengimpor batu bara jenis ini dan kita belum punya tambang sendiri untuk industri," kata Ridwan.
Berdasarkan data peta jalan pengembangan dan pengembangan batu bara prognosa realisasi 2021, Indonesia melakukan impor batu bara metalurgi sebanyak 7,9 juta ton.
Kementerian ESDM lantas melakukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber daya batu bara metalurgi agar Indonesia tak lagi mengimpor komoditas tersebut.
"Untuk mengatasi impor itu akan melakukan substitusi impor dan sudah melakukan eksplorasi di 22 lokasi di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," ujarnya.
Dalam catatan Kementerian ESDM, batu bara metalurgi merupakan batu bara kalori tinggi yang memiliki karakteristik tertentu yang menghasilkan kokas.
Kokas diproduksi dengan jalan memanaskan batubara metalurgi dalam oven pada kondisi reduksi tanpa udara dalam suhu sangat tinggi. Kokas yang dihasilkan dari pemanasan batu bara bersifat porous, keras, dan hanya terdiri dari konsentrasi karbon.
Kokas adalah salah satu material utama yang dibutuhkan dalam produksi baja.
Permintaan batu bara metalurgi untuk mendukung industri pembuatan baja meningkat beberapa tahun terakhir ini karena sebagian besar didorong oleh China dan India yang telah mengubah batu bara metalurgi, terutama kokas menjadi komoditas yang sangat dicari.
Potensi penghasilan negara yang lebih besar bisa didapat jika batu bara termal jenis kalori tinggi dan kalori sangat tinggi Indonesia berhasil dikarakterisasi potensi metalurginya.
Keberadaan batu bara metalurgi domestik dan penggunaannya dalam industri smelter nasional juga dapat mengurangi ketergantungan pada batu bara metalurgi impor, sehingga mengurangi penggunaan cadangan devisa negara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Senin, mengatakan tujuan eksplorasi itu untuk kepentingan industri dalam negeri karena selama ini Indonesia masih mengimpor batu bara metalurgi dari luar negeri.
"Selama ini Indonesia mengimpor batu bara jenis ini dan kita belum punya tambang sendiri untuk industri," kata Ridwan.
Berdasarkan data peta jalan pengembangan dan pengembangan batu bara prognosa realisasi 2021, Indonesia melakukan impor batu bara metalurgi sebanyak 7,9 juta ton.
Kementerian ESDM lantas melakukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber daya batu bara metalurgi agar Indonesia tak lagi mengimpor komoditas tersebut.
"Untuk mengatasi impor itu akan melakukan substitusi impor dan sudah melakukan eksplorasi di 22 lokasi di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," ujarnya.
Dalam catatan Kementerian ESDM, batu bara metalurgi merupakan batu bara kalori tinggi yang memiliki karakteristik tertentu yang menghasilkan kokas.
Kokas diproduksi dengan jalan memanaskan batubara metalurgi dalam oven pada kondisi reduksi tanpa udara dalam suhu sangat tinggi. Kokas yang dihasilkan dari pemanasan batu bara bersifat porous, keras, dan hanya terdiri dari konsentrasi karbon.
Kokas adalah salah satu material utama yang dibutuhkan dalam produksi baja.
Permintaan batu bara metalurgi untuk mendukung industri pembuatan baja meningkat beberapa tahun terakhir ini karena sebagian besar didorong oleh China dan India yang telah mengubah batu bara metalurgi, terutama kokas menjadi komoditas yang sangat dicari.
Potensi penghasilan negara yang lebih besar bisa didapat jika batu bara termal jenis kalori tinggi dan kalori sangat tinggi Indonesia berhasil dikarakterisasi potensi metalurginya.
Keberadaan batu bara metalurgi domestik dan penggunaannya dalam industri smelter nasional juga dapat mengurangi ketergantungan pada batu bara metalurgi impor, sehingga mengurangi penggunaan cadangan devisa negara.