Makassar (ANTARA) - Heterogenitas masyarakat perkotaan memicu penurunan kepedulian terhadap tetangga, terutama di kompleks perumahan padat penduduk.
“Heterogenitas inilah yang menyebabkan masyarakat tidak mengenal tetangganya lagi, bahkan yang bersebelahan dengan rumahnya,” kata dosen Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Dr Nurlina Subair MSi saat memaparkan hasil penelitiannya yang telah diterbitkan berjudul “Dinamika Sosial Perkotaan Masyarakat” di Makassar, Kamis.
Menurutnya, di kompleks perumahan yang merupakan pemukiman padat itu, sering dijumpai warga yang tidak mengenal tetangga di sebelah rumahnya.
Buku yang ditulis oleh Dosen Unismuh Makassar ini merupakan hasil penelitian tentang perilaku sosial masyarakat perkotaan yang tinggal di kompleks perumahan.
Disebutkan, beberapa faktor yang menyebabkan semakin sulitnya komunikasi antar masyarakat perkotaan, karena faktor heterogenitas.
Ia mengatakan, heterogenitas masyarakat yang berbeda asal, suku, agama dan aktivitas sehari-hari menjadi alasan utama mengapa masyarakat perkotaan tidak lagi mengenal satu sama lain meski tinggal bersebelahan, karena tidak pernah saling mengunjungi.
Namun, lanjutnya, selalu ada keadaan yang juga bisa membuat masyarakat bisa bersatu dan saling mengenal. Situasi yang dimaksud Nurlina adalah kesamaan yang ada di antara masyarakat, sehingga meski berjauhan, tetap terjalin hubungan baik.
Persamaan yang dimaksud adalah persamaan yang dapat mempersatukan masyarakat kota, misalnya kesamaan tempat pendidikan, kesamaan daerah, kesamaan kebiasaan dan hobi, dan sebagainya.
“Tidak jarang ditemukan orang berkumpul dalam reuni, karena satu almamater pendidikan, atau bersama-sama melakukan kegiatan hobi seperti bersepeda,” ujar Dosen Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar ini.
Sementara itu, Dosen Komunikasi Unismuh Dr Muhammad Yahya dalam tanggapannya mengatakan bahwa perilaku sosial masyarakat perkotaan yang tidak mengenal tetangga satu sama lain merupakan kondisi yang harus dihindari melalui komunikasi yang lebih intens.
Yahya menekankan pentingnya komunikasi antar tetangga untuk membentuk simpati dan empati dalam masyarakat.*
“Heterogenitas inilah yang menyebabkan masyarakat tidak mengenal tetangganya lagi, bahkan yang bersebelahan dengan rumahnya,” kata dosen Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Dr Nurlina Subair MSi saat memaparkan hasil penelitiannya yang telah diterbitkan berjudul “Dinamika Sosial Perkotaan Masyarakat” di Makassar, Kamis.
Menurutnya, di kompleks perumahan yang merupakan pemukiman padat itu, sering dijumpai warga yang tidak mengenal tetangga di sebelah rumahnya.
Buku yang ditulis oleh Dosen Unismuh Makassar ini merupakan hasil penelitian tentang perilaku sosial masyarakat perkotaan yang tinggal di kompleks perumahan.
Disebutkan, beberapa faktor yang menyebabkan semakin sulitnya komunikasi antar masyarakat perkotaan, karena faktor heterogenitas.
Ia mengatakan, heterogenitas masyarakat yang berbeda asal, suku, agama dan aktivitas sehari-hari menjadi alasan utama mengapa masyarakat perkotaan tidak lagi mengenal satu sama lain meski tinggal bersebelahan, karena tidak pernah saling mengunjungi.
Namun, lanjutnya, selalu ada keadaan yang juga bisa membuat masyarakat bisa bersatu dan saling mengenal. Situasi yang dimaksud Nurlina adalah kesamaan yang ada di antara masyarakat, sehingga meski berjauhan, tetap terjalin hubungan baik.
Persamaan yang dimaksud adalah persamaan yang dapat mempersatukan masyarakat kota, misalnya kesamaan tempat pendidikan, kesamaan daerah, kesamaan kebiasaan dan hobi, dan sebagainya.
“Tidak jarang ditemukan orang berkumpul dalam reuni, karena satu almamater pendidikan, atau bersama-sama melakukan kegiatan hobi seperti bersepeda,” ujar Dosen Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar ini.
Sementara itu, Dosen Komunikasi Unismuh Dr Muhammad Yahya dalam tanggapannya mengatakan bahwa perilaku sosial masyarakat perkotaan yang tidak mengenal tetangga satu sama lain merupakan kondisi yang harus dihindari melalui komunikasi yang lebih intens.
Yahya menekankan pentingnya komunikasi antar tetangga untuk membentuk simpati dan empati dalam masyarakat.*